Bisnis.com, JAKARTA — PT Pelita Air Service (PAS) tengah disiapkan sebagai maskapai yang melayani penerbangan berjadwal menggantikan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. atau GIAA.
Menanggapi rencana tersebut, pemerhati penerbangan Alvin Lie menilai maskapai penerbangan milik PT Pertamina (Persero) itu jauh lebih sehat secara finasial ketimbang Garuda Indonesia yang notabenenya tengah berada diujung tanduk lantaran dibebani setumpuk utang dan ekuitas negatif mencapai US$2,5 miliar atau sekitar Rp35 triliun (kurs Rp14.000).
"Pelita Air merupakan anak perusahaan dari Pertamina. Secara finansial Pelita Air cukup sehat dan Pertamina selaku induk perusahaan memberi dukungan permodalan untuk mengembangkan bisnisnya," kata Alvin kepada Bisnis, Kamis (21/10/2021).
Alvin menyebut, Pelita Air yang kini dipimpin oleh Albert Burhan, yang pernah terbukti sukses sebagai Direktur Utama Citilink, selama ini dikenal cukup sehat beroperasi sebagai operator penerbangan carter, bukan niaga berjadwal.
Meski begitu, menurutnya Pelita Air kini sedang mempersiapkan diri memasuki bisnis penerbangan niaga berjadwal. Bahkan, hal itu terbukti dengan Pelita Air baru saja memesan pesawat Airbus A320 dan mengajukan permohonan izin untuk menjadi operator penerbangan niaga berjadwal.
Sayangnya, Alvin menilai akan jadi tantangan berat bagi Pelita Air untuk mendadak mengembangkan bisnisnya secara ekstrem menjadi maskapai utama BUMN, baik dari segi permodalan, armada, SDM maupun organisasi.
Baca Juga
"Akan lebih baik jika Pelita Air bertransfomasi secara bertahap, daripada mengembangkan bisnis secara ekstrem," imbuhnya.
Sebagai informasi, selama ini Pelita Air mengoperasikan pesawat-pesawat kecil yang mencakup ATR 42-500, ATR 72-500, CASA 212-200 dan sejumlah helikopter.
Bukan itu saja, Pelita Air juga dipercaya mengoperasikan dan merawat pesawat Bae 146/ AVRO registrasi PK- PJJ yang dulu dioperasikan sebagai pesawat Kepresidenan. Pelita Air juga pernah mengoperasikan pesawat jet Fokker 70 dan Fokker 100.