Bisnis.com, JAKARTA — Rasio harga rumah terhadap pendapatan di kota-kota besar di Indonesia melebihi New York, Tokyo, dan Singapura. Kota-kota dimaksud adalah Bandung dengan rasio 12,1, Denpasar 11,9, dan Jakarta 10,3, sedangkan New York 5,7, Singapura 4,8, dan Tokyo-Yokohama 4,8.
"Tingginya harga rumah ini menyebabkan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tidak bisa mengaksesnya sehingga muncul permukiman kumuh. Mereka cenderung memilih dan tinggal di rumah yang murah, over crowded, atau perumahan yang mungkn kualitasnya tidak baik," ujar Direktur perumahan dan Permukiman Kementerian PPN/ Bappenas Tri Dewi Virgiyanti dalam Indonesia Housing Estate, Kamis (14/10/2021).
Virgi memaparkan untuk kondisi perumahan di perkotaan, rumah tangga yang tinggal di rumah tidak layak huni sebesar 36,76 persen. Lalu rumah tangga perkotaan yang tinggal di wilayah over crowded sebesar 9,24 persen. Rumah tangga perkotaan yang sama sekali tidak memiliki rumah sebesar 24,52 persen, dan rumah tangga yang memiliki sanitasi tak layak sebesar 16,34 persen.
"1 dari 5 penduduk di perkotaan tinggal di wilayah kumuh. Urban sprawl akibat pertumbuhan perumahan tanpa arah," tuturnya
Adapun urban sprawl adalah pertumbuhan kawasan perkotaan yang tidak terarah ke berbagai wilayah di sekitarnya. Hal ini salah satunya didorong oleh pertambahan penduduk maupun pergerakan dari kawasan pedesaan ke perkotaan (urbanisasi). Dari sisi ini saja mengakibatkan ketimpangan penduduk yang terkonsentrasi di berbagai kawasan perkotaan.
Hal lainnya lagi, kepadatan dan berbagai perkembangan kawasan perkotaan kerap menimbulkan hal yang disebut urban sprawl atau perkembangan perkotaan yang menyebar secara tidak terarah ke daerah perbatasan maupun kawasan-kawasan sekitarnya.
Satu dampak dari urban sprawl yang lain, kata Virgi, adalah tidak bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di perkotaan, sehingga mengakibatkan pertumbuhan permukiman berjalan tanpa arah.