Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah terus mendorong peningkatan kemitraan dalam bisnis sawit dan meningkatkan potensi bisnis sawit bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Dari sisi kemitraan antara petani dan korporasi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menilai pengembangan pola-pola kemitraan perkebunan sawit rakyat perlu dilakukan guna menjawab persoalan lemahnya bargaining position petani pekebun dalam rantai tata niaga kelapa sawit.
Pola kemitraan tersebut juga bisa dilakukan diantaranya dengan mengembangkan inkubasi berbahan dasar sawit. Pola kemitraan perkebunan kelapa sawit yang dibangun untuk mensinergikan petani dengan korporasi, baik BUMN maupun swasta, dinilai dapat terus mendorong pertumbuhan dan pemerataan kesempatan ekonomi dalam perkebunan kelapa sawit serta mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
"Potensi bisnis dari bahan dasar kelapa sawit sangatlah besar manfaatnya, karena mulai dari buahnya, sabut dan cangkangnya, janjang kosong, pelepah dan daunnya, limbah cair hingga batang pohon kelapa sawit dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomi," demikian dikutip dari siaran resmi, Kamis (14/10/2021).
Pemerintah juga terus mendorong potensi ekonomi dari komoditas sawit. Pasalnya, sebagai negara produsen terbesar yang menguasai sekitar 55 persen pangsa pasar minyak sawit dunia, Indonesia mampu menghasilkan 40 persen dari total minyak nabati dunia. Di samping itu, Indonesia hanya memanfaatkan tidak lebih dari 10 persen dari total global land bank for vegetable oil.
Di samping itu, keunggulan kelapa sawit dibandingkan dengan komoditi pesaing minyak nabati lainnya adalah produktivitas yang lebih tinggi, sehingga luas lahan yang digunakan untuk memproduksi minyak sawit lebih sedikit.
Baca Juga
Untuk itu, dalam menjaga kestabilan harga sawit, pemerintah sedang dan terus mengembangkan kebijakan yang mendorong domestic demand dari produk sawit, antara lain penggunaan biodiesel (B30).
"Kebijakan B30 ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah agar pembangunan berkelanjutan rendah karbon dapat terus dilaksanakan," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada webinar dan kickoff kegiatan “Kemitraan Inkubasi Bisnis Berbahan Dasar Sawit untuk Peningkatan Pendapatan UKMK Sawit Pasaman Barat”, seperti yang dikutip dari siaran resmi.
Kemenko Perekonomian mengklaim program B30 telah berkontribusi dalam upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) untuk sekitar 23,3 juta ton karbon dioksida (CO2) pada 2020. Selain itu, dengan luas tutupan kelapa sawit sebesar 16,3 juta ha dapat menyerap sekitar 2,2 miliar ton CO2 dari udara setiap tahun.
Pemerintah berkomitmen untuk mendukung program B30 tahun ini dengan target alokasi penyaluran sebesar 9,2 juta kiloliter. Komitmen Pemerintah ini juga bertujuan untuk menjaga stabilisasi harga CPO.
Dengan kebijakan tersebut, target 23 persenbauran energi yang berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT) pada 2025 sebagaimana ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) akan dapat tercapai.
Terkait dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), terdapat sejumlah peranan minyak sawit dalam mencapai target yang telah disepakati secara global. Di antaranya adalah sebagai sumber energi bersih dan terbarukan yang mendukung ketahanan energi nasional; penyediaan bahan makanan; penciptaan lapangan kerja; pengentasan kemiskinan; serta pengurangan ketimpangan sosial dan ekonomi.
Pemerintah juga tetap berkomitmen untuk melakukan peremajaan (replanting) sebanyak 540.000 ribu ha kebun kelapa sawit milik petani sampai dengan 2024. Terutama untuk meningkatkan produktivitas kebun sawit rakyat yang sebelumnya kurang dari 3-4 ton/ha, tentunya diharapkan dengan adanya replanting bisa mendekati produktivitas perkebunan swasta.
"Saya berharap agar Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit [BPDPKS] terus mendukung kemitraan semacam ini dan bisa memfasilitasi agar kebun masyarakat bisa semakin baik dan kelapa sawit semakin berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat,” tutup Airlangga.