Bisnis.com, JAKARTA – Proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung (KCJB) kembali menjadi sorotan oleh ekonom lantaran spesifikasi panjang rute yang berada jauh dari standar dunia.
Ekonom senior Faisal Basri Menurutnya panjang rute proyek yang dilakukan di Indonesia tidak sesuai dengan panjang rata-rata trase kereta cepat di dunia. Dia mencontohkan panjang rute untuk proyek kereta cepat, rata-rata seluruh dunia rata-rata sepanjang 500 km. Sementara itu, pada proyek KCJB hanya memiliki panjang sekitar 100 km.
Selain terkait dengan isu panjang rute, Faisal juga menyampaikan mempertanyakan keberlanjutan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ke depannya sebagai proyek transportasi kereta atau proyek properti. Pasalnya di wilayah yang nantinya dilewati trase proyek KCJB justru terdapat sejumlah pengembang besar dengan proyek properti.
Tak tanggung –tanggung, Faisal menyebutkan di ujung Bandung proyek tersebut ada nama pengembang seperti Summarecon lewat Walin serta Lippo Group. Dengan sejumlah isu yang disorotinya tersebut, Faisal mengkhawatirkan keberlanjutan proyek tersebut pada saat Presiden Joko Widodo selesai dengan masa jabatan keduanya.
Dia menyebut apabila proyek itu nantinya mangkrak setelah berakhirnya kepemimpinan Jokowi, persolan ini bisa dimanfaatkan oleh rezim penggantinya.
"Ini semua kalau kita biarkan kasihan Pak Jokowi. Jadi Pak Jokowi nanti selesai banyak proyek mangkrak. Dicaci makin dengan rezim penggantinya," ujarnya dalam webinar Kemenhub secara virtual, dikutip Minggu (10/10/2021).
Baca Juga
Terbaru, proyek kereta cepat pada pekan ini mencapai babak baru dengan ditekennya Perpres No.93/2021. Lewat peraturan tersebut, pemerintah mengizinkan pembiayaan kereta cepat dari APBN, berubah dari peraturan sebelumnya.
Selain pembiayaan, lewat Perpres Jokowi juga menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan sebagai pimpinan Komite Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
Selain kereta cepat, Faisal juga mengkritik proyek KA Trans Sulawesi. Menurutnya, di wilayah Sulawesi lebih tepat membangun konektivitas menggunakan kapal Ro-Ro yang beroperasi 24 jam.
"Lagi satu KA Trans Sulawesi itu keblinger, karena yang bagus di Sulawesi itu namanya Ro-Ro yang jalan 24 jam karena Sulawesi cantik, jadi nggak cocok untuk kereta api," imbuhnya.
Tak hanya soal kereta, Faisal juga mengkritik proyek transportasi lainnya seperti pelabuhan. Dia menjelaskan persoalan pelabuhan di Kuala Tanjung, Sumatera Utara. Menurutnya, dari sisi lokasi letak pelabuhan tersebut terlalu dekat dengan Pelabuhan Belawan.
"Itu terlalu dekat dengan Belawan lantas di bikinlah design Belawan Domestik, Kuala Tanjung Internasional, tapi nggak laku. Nggak laku di buatlah proyek Kuala Tanjung itu ramai, namanya Sumatra Food Estate. Jadi untuk menutupi kesalahan desain dibuat sesuatu yang tambah kacau," paparnya.