Bisnis.com, JAKARTA - Fenomena krisis energi terjadi di Eropa jelang musim dingin tahun ini. Harga gas alam di benua biru kembali mengalami lonjakan. Simak fakta-fakta krisis energi di Eropa, mulai dari penyebab hingga dampaknya bagi warga.
Awal Agustus 2021, level harga gas alam di Eropa telah melejit hingga lebih dari 1.000 persen dari level terendahnya pada Mei 2020, seiring terjadinya pandemi Covid-19.
Meroketnya permintaan bahan bakar di pasar global untuk bahan bakar menjadi salah satu krisis energi. Namun, Eropa telah memiliki faktor yang memberatkan yang dapat membuat krisis energi lebih akut di benua biru.
Apa penyebab krisis energi di Eropa?
Melansir Euro News, harga gas alam telah melonjak di Eropa karena permintaan yang meningkat secara global. Persoalan ini sebenarnya terjadi pada sebagian besar komoditas, masalah terparah berlaku pada gas alam.
Lonjakan harga gas alam tersebut disebabkan oleh naiknya (rebound) ekonomi global setelah negara-negara mencabut pembatasan atau lockdown akibat Covid-19 dan membuka kembali ekonomi mereka sepenuhnya.
Imbasnya, pelaku pasar bersaing memperebutkan gas alam karena permintaan mulai meningkat setelah guncangan pandemi virus Corona selama setahun terakhir.
Selain itu, terjadi pula persaingan untuk gas alam setelah musim dingin yang panjang di Eropa dan Asia Timur. Meningkatnya permintaan secara otomatis mendorong harga gas alam di pasar.
Seorang ahli pakar energi dan profesor di Sciences Po Paris Thierry Bros menuturkan meskipun Eropa telah berhasil memulihkan permintaan, tetapi pasokan gas alam tetap lebih terbatas.
"Anda berada di area dimana permintaan telah pulih dan di sisi lain, pasokan lebih terbatas," kata Thierry seperti dikutip dari Euro News, Rabu (6/10/2021).
Mengapa krisis energi terjadi? Apa dampaknya bagi masyarakat Eropa?
Simone Tagliapietra, seorang senior di think-tank ekonomi Bruegel berbasis di Brussels mengungkapkan, Eropa sedang melihat badai yang sempurna di pasar gas alam karena kombinasi faktor pada sisi penawaran dan permintaan.
Sebagai informasi, permintaan gas alam dapat meningkat karena beberapa alasan yang disampaikan oleh beberapa ahli. Termasuk fakta bahwa Eropa mengalami musim dingin yang lebih dingin dan lebih lama daripada sebelumnya. Alhasil, orang-orang memanaskan rumah mereka lebih lama dari biasanya.
Bukan itu saja, penghentian energi berbahan baku batu bara secara bertahap dan tahun yang buruk untuk produksi angin telah mendorong kebutuhan akan gas alam.
Tak berhenti sampai disitu, permasalahan mengenai pasokan gas alam juga terjadi, termasuk kurangnya pemeliharaan ladang minyak dan gas selama krisis Covid-19 serta kurangnya investasi.
Eropa saat ini sedang mengurangi produksi gas alam dalam negeri mereka. Produsen gas alam domestik utama Eropa, Belanda, mulai menghentikan secara bertahap ladang gas utama mereka yang bernama Groningen pada 2018.
Menurut data dari Gas Infrastructure Europe, persentase gas alam aktif di penyimpanan sekarang mencapai angka 74 persen di Eropa. Realisasi ini lebih sedikit dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, yakni sebesar 94 persen.
"Kekhawatiran besar di pasar bahwa tingkat penyimpanan gas di Eropa lebih rendah dari biasanya pada titik tahun ini. Eropa tidak cukup siap untuk menavigasi musim dingin, yang merupakan banyak menggunakan sistem pemanas. hal itu yang menjadi kekhawatiran sehingga mendongkrak harga,” imbuh Tagliapietra.