Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUPTL Didominasi EBT, Waspadai Masalah pada Tarif Listrik dan Pasokan

Bauran energi baru dan terbarukan (EBT) yang lebih dominan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL PT PLN (Persero) 2021–2030 dinilai akan menimbulkan masalah baru terhadap ketersediaan pasokan dan juga harga listrik bagi masyarakat.
Pengunjung beraktivitas di dekat turbin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap, di Kecamatan Watang Pulu Kabupaten Sindereng Rappang, Sulawesi Selatan, Senin (15/1)./JIBI-Abdullah Azzam
Pengunjung beraktivitas di dekat turbin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap, di Kecamatan Watang Pulu Kabupaten Sindereng Rappang, Sulawesi Selatan, Senin (15/1)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Bauran energi baru dan terbarukan (EBT) yang lebih dominan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL PT PLN (Persero) 2021–2030 dinilai akan menimbulkan masalah baru terhadap ketersediaan pasokan dan juga harga listrik bagi masyarakat.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, masih ada sejumlah masalah yang belum bisa diselesaikan dalam pengembangan EBT, terutama mahalnya harga listrik dari pembangkit listrik berbasis EBT dibandingkan dengan fosil.

Mamit berpendapat, mahalnya listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik berbasis EBT akan memunculkan dua hal, yakni kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan penambahan subsidi kelistrikan khusus EBT dari pemerintah.

“Kedua opsi ini akan memberikan dampak kepada masyarakat jika TDL naik, dan bagi negara jika harus menambah subsidi. Belum lagi pertumbuhan konsumsi listrik yang tidak signifikan akan terus menyebabkan PLN kelebihan pasokan. Apalagi, skema selama ini selalu TOP, di mana PLN harus membeli,” katanya kepada Bisnis, Selasa (5/10/2021).

Dia menambahkan, sifat intermiten pada pembangkit listrik berbasis EBT juga akan menimbulkan masalah bagi ketersediaan pasokan listrik ke depannya. Dengan porsi EBT yang lebih dominan, maka perlu ada cadangan pasokan yang bisa diandalkan.

Sebagai contoh, kejadian krisis energi di Eropa yang menunjukkan pasokan listrik dari pembangkit listrik berbasis EBT masih belum dapat diandalkan untuk menjadi energi primer.

Pada saat sumber EBT tidak tersedia, maka akan menimbulkan kekacauan pada pasokan listrik dan akhirnya kembali menggunakan energi fosil sebagai energi primer.

Menurut Mamit, pengembangan EBT harus disesuaikan dengan kondisi perekonomian masyarakat. Pengembangan EBT pun perlu dilakukan secara realistis agar dalam pelaksanaannya tidak mengorbankan banyak pihak.

“Terakhir, pengembangan industri dalam negeri terkait dengan EBT ini jangan sampai nanti kita hanya menjadi pasar impor untuk peralatan EBT, sama seperti saat ini menjadi net importir minyak. Jadi harus ada pengembangan industri dalam negeri,” jelanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper