Bisnis.com, JAKARTA - Harga batubara diperkirakan telah mencapai puncaknya setelah tembus rekor tertingi beberapa waktu lalu. Meski capai puncak, produsen batu bara terbesar Filipina memperkirakan harga emas hitam tersebut akan tetap tinggi hingga paruh pertama tahun 2022.
“Pada tingkat ini, orang akan kelebihan produksi dan kemudian akan ada terlalu banyak pasokan, sehingga harga akan turun,” kata Isidro Consunji, ketua Semirara Mining & Power Corp.
Dia mengatakan dalam sebuah wawancara Senin bahwa pembangkit listrik sudah beralih ke pembangkit listrik lain yang lebih sedikit bahan bakar mahal.
Kekurangan batubara menuju musim dingin telah mengirim harga di China dan seluruh dunia melonjak ke tingkat rekor. Batubara yang diproduksi Semirara Mining meningkat dua kali lipat menjadi sekitar US$110 per ton dari US$50 menjadi US$65 pada kuartal kedua, kata Consunji.
China telah membeli 1,5 juta ton produksi Semirara yang belum dicuci dengan harga sekitar US$40 per ton, katanya. Perusahaan, yang mengekspor sekitar setengah dari output-nya, menjual 90 persen dari pengiriman luar negeri ke China.
Harga batu bara termal berkualitas tinggi yang dimuat di kapal di pelabuhan Newcastle di Australia kemungkinan tidak akan mencapai US$300 per ton, kata Consunji, setelah sempat melonjak menjadi US$203,20 per ton pada hari Jumat lalu dan memecahkan rekor sebelumnya yang ditetapkan pada tahun 2008.
Baca Juga
Dia menilai pasokan tambahan diperkirakan akan masuk ke pasar dalam lima sampai enam bulan, dan mengurangi tekanan harga.
Semirara, yang memproduksi 90 persen dari total produksi batubara Filipina, mengharapkan pendapatan dari komoditas tersebut meningkat lebih dari 50 persen pada kuartal keempat. Itu akan membantu Semirara dan induknya DMCI Holdings Inc. kembali ke tingkat laba sebelum pandemi tahun ini setelah penurunan tajam pada 2020, menurut Consunji.
Penambang mengenjot produksi pada kapasitas maksimum 15 juta ton pada tahun 2021, tidak seperti tahun lalu ketika permintaan rendah.