Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan farmasi asal Prancis, Sanofi tidak akan melanjutkan pengembangan vaksin messenger-RNA untuk Covid-19 karena mengakui jika meneruskannya maka produk akan terlambat masuk pasaran.
Dilansir Bloomberg pada Selasa (28/9/2021), pengembang vaksin virus Corona yang tertinggal dari pesaingnya dalam menerapkan teknologi ini akhirnya membuat keputusan meskipun hasil dari uji coba fase satu dan dua menunjukkan hasil yang baik.
Thomas Triomphe, Kepala Unit Vaksin Sanofi dalam konferensi pers mengatakan melanjutkan pengembangan vaksin tidak akan memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang mendesak karena produk akan terlambat tiba di pasar.
Sebagai gantinya, Sanofi akan fokus pada vaksin lain berbasis teknologi protein rekombinan yang bisa digunakan sebagai booster.
Sanofi bekerja sama dengan GlaxoSmithKline Plc (GSK) dari Inggris menggunakan teknologi yang telah digunakan oleh perusahaan dalam vaksin flu. Produk yang sempat terlambat tersebut tengah dalam uji coba tahap akhir dan diperkirakan akan mendapat izin pada akhir tahun.
Sanofi juga mengatakan pihaknya bakal mengajukan izin untuk kedua suntikan booster dan vaksinasi primer dua suntikan pada saat yang bersamaan. Bahkan, Inggris dan Uni Eropa telah memesan lebih dari 75 juta dosis booster, kata pembuat obat itu.
Baca Juga
“Pertanyaannya bukan jika tetapi kapan kita akan membutuhkan booster,” kata Triomphe.
Sanofi juga akan meyuplai untuk kebutuhan aliansi vaksin yang diinisiasi oleh WHO, Covax Facility. GSK dan Sanofi sebelumnya telah sepakat untuk memenuhi kebutuhan Covax sebanyak 200 juta dosis.
Dibandingkan dengan pemain lainnya, Sanofi sudah tertinggal dari BioNTech SE dan Moderna Inc., yang berlomba menciptakan vaksin m-RNA yang telah disuntikkan lebih dari 1 miliar kali dan menghasilkan pendapatan miliaran dolar.
Pada Agustus, Sanofi mengakuisisi Translate Bio Inc. seharga US$3,2 miliar dengan tujuan untuk memanfaatkan m-RNA untuk pengobatan yang sedang diuji oleh BioNTech untuk pengobatan kanker.
“Tujuan kami adalah untuk membuka potensi mRNA ke bidang strategis lainnya seperti imunologi, onkologi, dan penyakit langka selain vaksin,” kata Chief Executive Officer Sanofi Paul Hudson pada saat kesepakatan.