Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Integrasi Pelabuhan Indonesia: Satu Sauh, Bersandar Sampai Jauh

Merger badan usaha milik negara (BUMN) pelabuhan menciptakan entitas baru dengan salah satu bisnis peti kemas yang paling sibuk di dunia.
Petugas beraktivitas di New Priok Container Terminal (NPCT), Kali Baru, Cilincing, Jakarta./ANTARA - Aprillio Akbar
Petugas beraktivitas di New Priok Container Terminal (NPCT), Kali Baru, Cilincing, Jakarta./ANTARA - Aprillio Akbar

Bisnis.com, JAKARTA - Puluhan truk besar hilir mudik di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara sore itu, Sabtu (11/9/2021).  Masing-masing mengangkut kontainer aneka warna. Para sopir melajukan kendaraan dengan pelan. 

Tot…, tot…, bunyi klakson saling sahut saat dua truk besar berpapasan. 

Di pintu masuk Terminal Peti Kemas Tanjung Priok, jajaran tronton terlihat berbaris rapi, mengantri untuk masuk ke area peti kemas. Menariknya, meski mengantre, tak butuh waktu lama bagi truk besar itu menanti. Penerapan pintu masuk otomatis membuat proses masuk area peti kemas lebih lancar.

“Dibanding dulu, sekarang waktu tunggu jauh lebih cepat. Bahan bakar juga bisa lebih hemat,’ ujar Anto, salah satu sopir yang turut mengantre di depan pintu masuk Terminal Peti Kemas Tanjung Priok pada Bisnis.com

Percepatan proses bongkar muat petikemas di pelabuhan Tanjung Priok memang tak lepas dari berbagai terobosan yang telah dilakukan Indonesia Port Company atau PT Pelindo II (persero). Dalam 2 tahun terakhir, IPC melakukan sejumlah transformasi mulai dari auto tally, auto gate, dan e-service.  Terakhir pada awal September 2021, Pelindo II menerapkan sistem tunggal identifikasi truk atau single truck identification data (STID). STID merupakan sistem berbasis elektronik yang terintegrasi dengan asosiasi truk dan cabang pelabuhan yang dikelola Pelindo II. 

Integrasi Pelabuhan Indonesia: Satu Sauh, Bersandar Sampai Jauh

Secara keseluruhan proses bongkar muat di pelabuhan mulai dari kedatangan kapal, pengaturan waktu sandar, hingga proses angkut barang diminta percepatan. Presiden Joko Widodo dalam beberapa kali kesempatan berharap waktu tunggu atau dwelling time pelabuhan di Indonesia maksimal 2 hari. 

Pakar Maritim dari Institut Teknologi Sebelas November Surabaya (ITS) Saut Gurning menjelaskan selama ini ada persoalan mendasar yang belum terselesaikan di pelabuhan Tanjung Priok yakni adanya ketimpangan kinerja dan kapasitas layanan di terminal atau pelabuhan. Khususnya saat pagi-siang dan malam hari antara shift 1-2 dan shift 3. Ia menilai, saat ini secara rerata lebih banyak frekuensi kapal  bersandar di malam hari dibandingkan dengan pada siang hari. 

“Dampaknya memang kinerja malam dan pagi-siang menjadi berbeda. Di malam hari ada intensitas antrean yang tinggi dibanding malam hari. Mungkin tingginya level antrean ini yang menimbulkan perilaku tidak mengikuti first-in-first service sepertinya ya,” katanya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Persoalan efisiensi waktu bongkar muat di pelabuhan menjadi penting lantaran berdampak  pada arus barang. Pengamat Ekonomi dan bisnis Universitas Indonesia Ibrahim K Rohman mengatakan saat ini komponen biaya logistik di Indonesia masih cukup besar. 

Ia menjelaskan untuk biaya logistik  terdiri dari ocean freight sebesar 12 persen dari struktur biaya, biaya trucking 17 persen transportasi darat 12 persen. Juga ada biaya Terminal Handling Charges (HTC) di pelabuhan asal 12 persen  dan THC di pelabuhan tujuan mencapai 18 persen. Karena itu, efisiensi waktu bongkar muat di pelabuhan akan sangat membantu dalam menekan biaya logistik Tanah Air. 

Efisiensi dan efektivitas bongkar muat di pelabuhan menjadi titik tumpu dalam mewujudkan rencana pemerintah untuk menurunkan biaya logistik Indonesia dari 24 persen menjadi 17 persen terhadap PDB sebagaimana diatur dalam Inpres No 5/2020 tentang penataan ekosistem logistik nasional.

Tidak hanya untuk Pelindo II, efisiensi menjadi pekerjaan rumah bagi Pelindo I, II, dan IV. Berdasarkan riset dari Frost dan Sullivan pada 2016, biaya logistik Indonesia mencapai Rp1.820 triliun dalam setahun. Sedangkan Bank Dunia menyebutkan  saat ini biaya logistik Indonesia masih mencapai 23 persen, padahal standar dunia sudah berkisar di 12 persen. 

Menanggapi persoalan biaya logistik pelabuhan ini, Arif Suhartono, Direktur Utama Pelindo II yang juga Ketua Organizing Committee Integrasi Pelabuhan Indonesia menyebutkan dalam biaya logistik nasional itu, indikator water atau jasa kapal serta pelabuhan hanya 2,8 persen dari biaya logistik nasional. 

Menurut Arif, dengan mengambil rata-rata, maka biaya kepelabuhan dalam beban logistik sekitar 1,4 persen. Sedangkan biaya terbesar adalah pengangkutan di darat dan penyimpanan di gudang. 

Akan tetapi, meski secara kontribusi langsung berpengaruh kecil, sektor ini menjadi kunci logistik nasional karena menjadi gerbang ekonomi nasional. Secara nasional, dwelling time atau masa barang turun dari kapal hingga keluar dari gerbang pelabuhan mencapai 3,9 hari. Angka ini diupayakan dapat terpangkas setelah integrasi. 

 "Saat pelabuhan tidak perform, maka akan direspon oleh industri untuk memperbesar inventori," ulas Arif dalam diskusi yang disiarkan salah satu media pekan lalu. 

Arif mengatakan, besarnya peran pelabuhan membuat persoalan efisiensi menjadi perhatian yang serius. Dia mengatakan, untuk itu dibutuhkan transformasi menyeluruh, salah satunya lewat penyatuan yang menciptakan nilai tambah dalam satu pendulum pelabuhan di Tanah Air. 

Integrasi Pelabuhan Indonesia: Satu Sauh, Bersandar Sampai Jauh

Suasana Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021)./ ANTARA FOTO - Muhammad Adimaja

MENDUNIA

Harapan hadirnya tata kelola pelabuhan yang efisien untuk mendukung pertumbuhan ekonomi rupanya tak berhenti sampai pada transformasi. Lompatan besar akhirnya diambil oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara dengan melebur empat pengelola pelabuhan Utama Indonesia  yaitu Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III dan Pelindo IV menjadi satu Pelindo Indonesia. 

Gaung pembentukan satu Pelindo ini telah diumumkan secara terbuka pada 1 September 2021 lalu. Sesuai rencana, merger akan efektif berlaku mulai 1 Oktober 2021. 

Wakil Menteri BUMN II Kartiko Wirjoatmodjo menjelaskan dalam merger Pelindo ini merencanakan agar pelabuhan nasional terintegrasi. Kementerian telah membentuk project management office yang merupakan gabungan dari seluruh direksi dan para tim konsultan serta pemangku kepentingan terkait.  

“Kita hari telah mengumumkan rancangan merger yang akan dilaksanakan pada 1 Oktober 2021 dan nantinya kita sedang menunggu PP yang menjadi dasar hukum dari merger 4 pelabuhan milik BUMN ini,” ujar Kartiko. 

Menurut Kartiko, lewat merger kementerian BUMN menekankan peningkatan fungsi sosial dan ekonomi dari Pelindo. Pertama agar pengembangan pelabuhan nasional bisa menjadi satu peta jalan yang terintegrasi. Kedua,  terciptanya standarisasi operasional dan pelayanan, sehingga tercapai efisiensi bagi pengguna pelabuhan. Ketiga, adanya alokasi penggunaan belanja modal dan investasi yang lebih optimal.  Total aset penggabungan Pelindo I, II, III, dan IV ini ditaksir mencapai Rp112 triliun dengan pendapatan Rp28,6 triliun.

“Tak hanya itu, tentunya merger dapat meningkatkan kemampuan Pelindo dari sisi pendanaan dan investasi karena akan menggabungkan aset yang besar,” ujar Kartiko lagi.

Lebih jauh mengenai pelaksanaan penggabungan atau merger, Direktur Utama Pelindo I Prasetyo menjelaskan setelah merger selanjutnya akan dibentuk empat subholding. Pertama non peti kemas akan berkantor di Medan dengan nama Pelindo Multi terminal. Kedua akan fokus untuk peti kemas adalah di Surabaya dengan nama Terminal Peti Kemas Indonesia. 

“Untuk lini logistik akan ada di Jakarta dengan nama Pelindo Solusi Logistik dan terakhir di sektor marine services ada di Makassar,” jelas Prasetyo. 

Proses integrasi empat pengelola pelabuhan utama menjadi PT Pelabuhan Indonesia (Persero) menyimpan harapan lebih kompetitif dan berdaya saing. Menteri BUMN, Erick Thohir mengatakan penggabungan empat pelindo ini tak hanya untuk persoalan efisiensi logistik tetapi untuk meningkatkan daya saing bangsa. 

“Kami juga sedang menunggu bagaimana transformasi yang ada di Pelindo, yang setelah digabungkan menjadi Pelindo yang sesuai kita harapkan. Nanti peti kemasnya nomor delapan terbesar di dunia," ujar Erick Thohir, Senin pekan lalu. 

Bagi para pengusaha, merger Pelindo merupakan hal yang disambut positif. Namun, upaya merger juga harus dibarengi dengan penguatan sosialisasi kepada pelaku bisnis. Ketua Umum Badan Nasional Peningkatan Ekspor Indonesia (BNPEI) Khairul Mahalli menilai perlu ada sosialisasi yang jelas tentang program merger pelabuhan kepada pelaku usaha ekspor secara konkret.

Menurut Khairul, sosialisasi sangat dibutuhkan mengingat setiap pelabuhan mempunyai kekhususan. Selain itu sejumlah pelabuhan juga melayani produk kearifan lokal yang perlu mendapatkan pertimbangan dari operator pelabuhan.

Sementara itu, Ketua Umum Indonesia National Shipowners' Association (INSA), Carmelita Hartoto  mengharapkan penggabungan menciptakan efisiensi sehingga berdampak positif bagi semua pemangku kepentingan. 

“Gabungan Pelindo adalah hal baik. Sudah waktunya kita tunjukkan pembentukan Port of Indonesia adalah wujud nyata kemajuan Indonesia karena Port adalah gerbang pintu utama perekonomian Indonesia,” ujar Carmelita. *** 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anggara Pernando
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper