Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai rencana pemerintah untuk membuka kembali 18 destinasi pariwisata prioritas cenderung gegabah di tengah minimnya skenario mitigasi risiko yang disiapkan pemerintah.
“Tanpa ada langkah-langkah mitigasi risiko, alih-alih bisa pulihkan pariwisata malah bisa menghantam kembali perekonomian nasional,” kata Faisal melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Selasa (14/9/2021).
Di sisi lain, Faisal meminta pemerintah untuk tidak memaksakan proyeksi 1,5 juta wisatawan mancanegara untuk berkunjung di Indonesia.
Rencananya, proyeksi jumlah wisatawan itu dapat mencetak devisa sebesar US$0,36 miliar. Akan tetapi, kata dia, perkiraan perolehan devisa itu relatif kecil jika dibandingkan surplus neraca perdagangan dalam negeri saat ini.
“Apakah iya, dengan kondisi kontribusi untuk pertumbuhan ekonomi di bilang besar? Tidak terlalu signifikan sebenarnya sementara surplus kita dari ekspor impor saja sudah besar,” kata dia.
Adapun, neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami surplus pada Juli 2021, yaitu sebesar US$2,59 miliar. Surplus itu terjadi karena nilai ekspor pada Juli 2021 mencapai US$17,70 miliar, sementara nilai impor mencapai US$15,11 miliar.
Sebelumnya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memproyeksikan kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 1,5 juta orang pada tahun ini.
Deputi Kebijakan Strategis Kemenparekraf Kurleni Ukar mengatakan perkiraan kunjungan wisatawan mancanegara itu diharapkan dapat mencetak devisa di angka US$0,36 miliar.
“Devisa sektor pariwisata dan ekonomi kreatif tahun ini sangat kecil, karena wisatawan mancanegara yang bisa datang masih sangat terbatas,” kata Kurleni melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Selasa (14/9/2021).