Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Toshiba Masih Pertimbangkan Opsi Privatisasi

Konglomerat Jepang di sektor teknologi dan energi masih mempertimbangkan opsi privatisasi setelah ada tawaran dari sebuah perusahaan ekuitas di tengah tekanan dari inevstor.
Ilustrasi/toshiba.co.jp
Ilustrasi/toshiba.co.jp

Bisnis.com, JAKARTA - Toshiba Corp. belum juga memutuskan terkait dengan tawaran privatisasi perusahaan di tengah negosiasi yang terus berlangsung.

"Dewan perusahaan belum memutuskan tindakan yang paling tepat dan terus mengeksplorasi alternatif strategis yang layak," kata Toshiba seperti dikutip Bloomberg, Rabu (8/9/2021).

Dalam negosiasi dengan investor, ditemukan beberapa masalah yang berkaitan dengan potensi privatisasi yang harus diselesaikan.

Toshiba mulai mempertimbangkan opsi privatisasi pada Mei setelah beberapa pekan diskusi soal pengambilalihan tersebar dari perusahaan ekuitas swasta CVC Capital Partners dengan tawaran akuisis senilai US$21 miliar.

Sejumlah investor, termasuk 3D Investment Partners telah menekan konglomerat di bidnag energi dan elektronik ini untuk melakukan pengkajian menyeluruh dan mengeksplorasi keseriusan perusahaan untuk kembali membangun kepercayaan pemegang saham.

Dalam bursa perdagangan Tokyo, saham Toshiba mengalami kenaikan sekitar 5 persen sejak perusahaan melakukan tinjauan.

Mereka telah menunjuk UBS sebagai penasihat keuangan dan mengaku tengah mempertimbangkan tawaran potensial. Namun, perusahaan menilai proposal CVC kurang detail untuk dilakukan evaluasi.

Pada saat yang sama, pencarian chief executive officer atau CEO yang baru terus berlangsung dan akan mempersempit daftar kandidat pada beberapa bulan mendatang.

Sementara itu, CEO yang lama, Nobuaki Kurumatani memutuskan untuk mundur setelah kehilangan dukungan dari karyawan dan dewak eksekutif. Pada Juni, Ketua Dewan Osamu Nagayama juga didepak setela dilakukan voting pemegang saham, sebuah kemenangan langka bagi para investor.

Citra Toshiba terus memudar secara dramatis setelah bertahun-tahun menerapkan budaya perusahaan dan manajemen yang buruk.

Pada 2015, perusahaan dikenai denda akibat skandal akuntansi dan perusahaan juga menderita kerugian hingga miliaran dolar AS dalam bisnis tenaga nuklir yang melibatkan anak usaha di Amerika Serikat pada 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper