Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News Bisnisindonesia.id : Inisiasi I-UAE CEPA hingga Stagnasi Kredit Sindikasi

Progres negosiasi internasional prioritas Indonesia dan implikasinya terhadap kinerja perdagangan menjadi salah satu berita pilihan editor di Bisnisindonesia.id. Selain berita niaga, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi Bisnisindonesia.id.
Presiden Joko Widodo berjalan bersama Putra Mahkota Uni Emirat Arab Syeikh Mohammad bin Zayed Al-Nahyan di Istana Bogor, Bogor, Jawa Barat, Rabu (24/7/2019)./Bloomberg
Presiden Joko Widodo berjalan bersama Putra Mahkota Uni Emirat Arab Syeikh Mohammad bin Zayed Al-Nahyan di Istana Bogor, Bogor, Jawa Barat, Rabu (24/7/2019)./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah gelombang kedua pandemi Covid-19, Indonesia masih sanggup menginisiasi pakta kerja sama internasional baru, yaitu Indonesia–United Arab Emirates Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-UEA CEPA).

Kemitraan ekonomi komprehensif ini digadang-gadang menjadi jalan masuk penetrasi produk Indonesia ke pasar Timur Tengah, Afrika, dan Eropa. Sayangnya, pakta prioritas lain yang sejatinya rampung tahun ini justru ngaret hingga 2022.

Progres negosiasi internasional prioritas Indonesia dan implikasinya terhadap kinerja perdagangan menjadi salah satu berita pilihan editor di Bisnisindonesia.id. Selain berita niaga, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi Bisnisindonesia.id.

Berikut highlight Bisnisindonesia.id, Senin (30/8/2021) :

1. Kredit Sindikasi Bank Kembali Lesu

Pemulihan ekonomi yang cenderung tertahan pada awal kuartal ketiga tahun ini menyebabkan laju penyaluran kredit perbankan secara sindikasi atau bersama-sama cenderung sangat terbatas, padahal kuartal ketiga seharusnya menjadi momentum akselerasi kredit perbankan.

Situasi pandemi yang masih sulit diperkirakan serta berlanjutnya pembatasan mobilitas masyarakat menyebabkan aktivitas bisnis korporasi tertahan. Alhasil, permintaan kredit baru pun ikut tertahan.

Dengan kondisi seperti ini, cukup sulit untuk berharap segmen kredit ini akan tumbuh kencang hingga akhir tahun nanti.

Berdasarkan data Bloomberg, sebagaimana dikutip dari Bisnis.com, perjanjian kredit sindikasi dari Januari hingga akhir Agustus tercatat hanya US$13,69 miliar. Pencapaian ini masih setengah dari pencapaian total perjanjian kredit sindikasi tahun lalu yang mencapai US$23,89 miliar.

Adapun, tren kinerja negatif kredit sindikasi telah terjadi sebelum masa pandemi. Total perjanjian kredit sindikasi pada 2019 tercatat US$26,98 miliar. Pencapaian itu pun lebih rendah dibandingkan 2018 yang mampu mencapai US$31,83 miliar.

2. Mencari Jalan Tengah Pengembangan PLTS Atap

Pemerintah terus mendorong pengembangan dan pemanfaatan tenaga surya sebagai sumber energi listrik untuk meningkatkan bauran energi baru dan terbarukan di Tanah Air.

Berdasarkan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi energi baru dan terbarukan (EBT) di dalam negeri paling besar masih bersumber dari tenaga surya dengan total potensi 208 gigawatt (GW).

Kemudian, disusul potensi EBT lainnya seperti hidro dengan potensi 75 GW, angin 60,6 GW, bioenergi dengan potensi 32,6 GW, dan panas bumi 23,9 GW, serta energi laut dengan potensi 17,9 GW.

Mengacu pada sumber potensi yang dimiliki Indonesia tersebut, tidak heran apabila pemerintah menggantungkan harapannya melalui pengembangan pembangkit listrik tenaga surya untuk mencapai target bauran energi dan juga penurunan emisi karbon.

Salah satu upaya pengembangan tenaga surya yang paling gencar dilakukan akhir-akhir ini adalah dengan mendorong pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap.

3. Upaya Membangun Asa Emiten Pengangkut Penumpang

Emiten sektor transportasi bersiap kembali memacu kinerjanya setelah pembatasan mobilitas masyarakat mulai perlahan kembali diperlongar pemerintah. Seiring dengan itu, strategi baru untuk mendorong pertumbuhan pun mulai dirancang.

Emiten layanan taksi PT Blue Bird Tbk., misalnya, akan kembali meningkatkan jumlah armada yang beroperasi di tengah pelonggaran level PPKM dari level 4 ke level 3 guna membantu meningkatkan pendapatan perseroan.

Emiten berkode BIRD ini berharap penurunan level PPKM ini, terutama di wilayah Jadetabek akan membuat mobilitas masyarakat meningkat. Hal ini tentu bakal berpengaruh positif bagi perseroan.

Lebih lanjut, perseroan memastikan armada akan siap memenuhi kenaikan permintaan tersebut dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, antara lain dengan opsi pembayaran cashless menggunakan Gopay dan ShopeePay di aplikasi My Blue Bird.

Kinerja BIRD sampai dengan Juni cukup baik. Pada kuartal II/2021 pendapatan perseroan naik 112,7% dibandingkan dengan kuartal II/2020.

Rugi bersih perseroan pada kuartal II/2021 hanya sebesar Rp1,8 miliar, jauh lebih rendah dibandingkan dengan rugi Rp108,8 miliar pada kuartal II/2020.  

Top 5 News Bisnisindonesia.id : Inisiasi I-UAE CEPA hingga Stagnasi Kredit Sindikasi

Pengemudi mengoperasikan taksi listrik Bluebird di sela-sela peluncurannya di Jakarta, Senin (22/4/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

4. Diterpa Pandemi, Permintaan Perkantoran Tumbuh Sangat Bertahap

Indonesia mencatat tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahunan terkuat dalam 17 tahun selama Q2/2021 dan secara teknis keluar dari resesi. Ekonomi tumbuh 7,07% sepanjang April hingga Juni dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Ini ekspansi ekonomi pertama dalam lima kuartal. Namun, kebangkitan kasus harian karena varian Delta baru yang sempat diikuti oleh PPKM level 4—yang belakangan diturunkan ke level 3—di Jawa-Bali mulai Juli dan mengaburkan prospek untuk kuartal berikutnya.

Meskipun pertumbuhan yang kuat pada Q2, Bank Indonesia baru-baru ini merevisi perkiraan PDB dari sebelumnya 4,1%—5,1% menjadi 3,5%—4,3%, sementara Kementerian Keuangan menetapkan target pertumbuhan ekonomi 3,7%—4,5% pada tahun ini.

Bagaimana kondisi bisnis properti subsektor perkantoran di Jakarta di tengah kondisi pandemi yang belum kunjung pergi ini.

5. I-UAE CEPA Diinisiasi, Pakta Prioritas Lain Butuh Akselerasi

Indonesia memenggawai kemitraan ekonomi komprehensif baru awal bulan ini, dengan menggandeng Uni Emirat Arab. Melalui pertalian tersebut, negara Teluk Persia itu dibidik menjadi hub ekspor produk nasional ke pasar Timur Tengah, Afrika, dan Eropa.

Pakta Indonesia–United Arab Emirates Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-UAE CEPA) tersebut bakal diluncurkan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dengan Minister of State for Foreign Trade UAE Thani bin Ahmed Al Zeyoudi pada Kamis (2/9/2021).

Penandatanganan pernyataan bersama tingkat menteri pada pekan ini sekaligus menandai dimulainya negosiasi I-UAE CEPA putaran pertama selama 2—4 September 2021.

Uni Emirat Arab (UEA) merupakan mitra dagang strategis bagi Indonesia. Menjelang Expo 2020 Dubai, pemerintah ingin memanfaatkan momen untuk menggenjot ekspor produk lokal ke UEA.

Selain itu, langkah ini akan memperlebar peluang penetrasi produk Indonesia, tidak hanya di kawasan Timur Tengah tetapi juga Afrika dan Eropa.

Sayangnya, di tengah prestasi tersebut, Indonesia justru tidak berhasil menuntaskan sejumlah negosiasi internasional yang seharusnya rampung tahun ini.

Beberapa negosiasi dari pakta prioritas yang molor hingga tahun depan a.l. Indonesia-European Union Comprehensive Partnership Agreement (CEPA), Indonesia-Pakistan Trade in Goods Agreement (TIGA), dan Preferential Trade Agreement (PTA) dengan Bangladesh, Tunisia, dan Maroko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper