Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Percepat Pengembangan PLTS, Kementerian ESDM Gunakan 3 Pendekatan Ini

Pemerintah meyakini bahwa pangsa pasar PLTS akan tumbuh lebih cepat, sehingga membantu mengakselerasi bauran EBT sebanyak 23 persen di 2025.
Ilustrasi PLTS atap./dok. Kementerian ESDM
Ilustrasi PLTS atap./dok. Kementerian ESDM

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggunakan tiga pendekatan dalam pengembangan listrik tenaga surya agar bisa tumbuh lebih cepat dan mengakselerasi kenaikan bauran energi baru terbarukan atau EBT di Indonesia.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa tiga pendekatan dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), adalah pembangunan PLTS skala besar dengan target 1,68 gigawatt (GW) atau setara dengan reduksi emisi gas rumah kaca sebesar 6,97 juta ton CO2e.

Selanjutnya, target PLTS Terapung di 271 lokasi setara 26,65 GW dengan reduksi emisi gas rumah kaca sebesar 39,68 juta ton CO2e.

“Kami sudah punya contoh yang baik dari PLTS Terapung Cirata, dan kami ingin memiliki proyek kelanjutannya. Apalagi isu dari pengadaannya hampir minim,,” katanya melalui keterangan resmi, Jumat (20/8/2021).

Pendekatan terakhir yang akan dilakukan pemerintah adalah pengembangan PLTS atap dengan target mencapai 3,61 GW atau setara menurunkan emisi gas rumah kaca sebanyak 5,4 juta ton CO2e.

“Kami sudah melakukan kajian, dan melihat dari sisi pemanfaatan ekspor-impor dengan prinsip 1:1,” ujarnya.

Melalui pendekatan tersebut, kata dia, pemerintah meyakini bahwa pangsa pasar PLTS akan tumbuh lebih cepat, sehingga membantu mengakselerasi bauran EBT sebanyak 23 persen di 2025.

“Saya punya keyakinan kalau kita punya market 500 MW setahun di dalam negeri. Industri hulunya akan masuk ke sini, dan di saat yang sama bisa meningkatkan dari sisi tingkat komponen dalam negeri,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, dia juga meluruskan mengenai prosedur ekspor-impor listrik PLTS atap. Berdasarkan hasil survei internal, hasil produksi listrik dari PLTS atap tidak seluruhnya masuk ke jaringan PT PLN (Persero).

“Misalnya dari produksi listrik 100 kWh, kalau di rumah tangga hanya 24 persen masuk ke PLN. Sementara itu, untuk industri angkanya lebih kecil lagi, antara 5—8 persen karena diproduksi sendiri,” ucapnya.

Dia juga menampik skema ekspor-impor PLTS atap yang dinilai dapat mengganggu keuangan PLN.  Menurutnya, PLN tidak akan mengalami kerugian dari penerapan skema itu, tetapi hanya akan mengurangi pendapatannya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lili Sunardi
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper