Bisnis.com, JAKARTA – PT PLN (Persero) meyakini pembentukan holding badan usaha milik negara (BUMN) yang mengelola panas bumi bertujuan untuk mengoptimalkan potensi panas bumi di Indonesia. Pasalnya, selama ini pengelolaan energi terbarukan itu masih dilakukan secara parsial.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi mengatakan, pembentukan holding BUMN panas bumi akan menjadikan pengelolaan energi itu menjadi proses bisnis yang besar dan terintegrasi.
Pasalnya, holding BUMN panas bumi akan mengonsolidasikan pengelolaan sektor tersebut yang saat ini dikerjakan secara terpisah-pisah.
Menurutnya, sinergi BUMN akan membuat pengelolaan panas bumi menjadi lebih besar dan siap untuk bersaing secara global untuk menjaga kepentingan nasional.
Apalagi, saat ini pemerintah sedang menggalakkan kebijakan untuk memberi nilai tambah terhadap potensi alam Indonesia secara besar, utuh, dan mampu membawa manfaat yang optimal.
“Pembentukan holding geothermal [panas bumi] adalah misi besar pemerintah untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh Indonesia, sehingga menghasilkan kemakmuran bagi negara dan masyarakat. Oleh karena itu, PLN siap mendukung holding geothermal,” kata Agung melalui keterangan tertulisnya, Senin (16/8/2021).
Saat ini, potensi energi panas bumi Indonesia mencapai 25 gigawatt (GW) atau setara 40 persen cadangan potensi panas bumi dunia. Namun, pemanfaatannya baru sekitar 2,1 GW.
Melihat besarnya potensi tersebut, diperlukan upaya terobosan untuk mengakselerasi pemanfaatan panas bumi untuk pembangkit listrik.
Holding pun dibentuk dalam rangka mengintegrasi dan mengefisiensi proses bisnis dan operasi, mulai dari eksplorasi sampai dengan pembangkitan yang menghasilkan listrik.
“Dengan konsolidasi proses bisnis, akan memaksimalkan value creation untuk semua pihak yang menjadi bagian dari holding. Ujungnya adalah keuntungan yang lebih besar bagi pemerintah dan BUMN yang akan membawa manfaat bagi masyarakat,” ujarnya.
Holding itu juga nantinya akan menjaga keterjangkauan tarif listrik bagi pelanggan PLN, karena akan diterapkan efisiensi beban tambahan penyediaan tenaga listriknya.
“Maka, jika ada yang bilang kalau holding ini tidak nasionalis, justru kontradiktif. Sebelum ada rencana holding, pengelolaan yang ada terpecah-pecah, nilai tambahnya kecil, dan posisi tawar kepada stakeholders lemah,” jelas Agung.
Selain akan membawa manfaat ekonomi nasional, kata dia, pengelolaan baru pada sektor geothermal juga selaras dengan upaya pencapaian target bauran energi baru terbarukan (EBT) 23 persen pada 2025 dan carbon neutral di 2060 yang sedang menjadi fokus PLN.
Sementara itu, Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dan Serikat Pekerja PT PLN Group menyatakan bahwa pihaknya menolak pembentukan holding-subholding Pertamina dan PLN, serta rencana initial public offering (IPO) terhadap anak-anak perusahaannya. Upaya tersebut dinilai sebagai bentuk lain privatisasi aset negara.
“Kami akan terus melakukan langkah-langkah konstitusional yang diperlukan sampai rencana privatisasi berkedok program holding-subholding Pertamina dan PLN, serta IPO terhadap anak-anak perusahaannya dibatalkan Presiden Republik Indonesia,” demikian bunyi pernyataan sikap bersama FSPPB dan SP PLN, Senin (16/8/2021).