Bisnis.com, JAKARTA – Nilai impor baja untuk keperluan konstruksi kembali melonjak pada semester I/2021 dan diperkirakan akan terus tumbuh hingga akhir tahun.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendata, impor besi dan baja pada semester I/2021 naik 51,18 persen menjadi US$5,36 miliar dari realisasi paruh pertama 2020 senilai US$3,54 miliar.
Indonesia Iron and Steel Association (IISA) meramalkan, menggeliatnya pasar pengguna baja konstruksi nasional akan membuat nilai impor baja pada tahun ini akan tumbuh secara tahunan.
“Banyak cara yang dilakukan pengimpor dan produsen produk [baja konstruksi] dari luar yang memanfaatkan celah peraturan. [Pengguna baja impor] yang banyak itu ke [industri] infrastruktur,” ucap Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) Silmy Karim kepada Bisnis, Selasa (10/8/2021).
Silmy yang juga menjabat sebagai Ketua Umum IISA berujar, salah satu praktek yang dilakukan adalah mengumumkan jenis baja yang diimpor adalah untuk industri otomotif. Namun demikian, baja tersebut akan digunakan untuk keperluan konstruksi infrastruktur.
IISA mendata tujuh jenis baja infrastruktur yang diimpor pada semester I/2021, yakni baja canai panas (HRC), pelat baja, baja canai dingin (CRC), wire rod, bar, section, dan baja lapis.
Ketujuh jenis baja tersebut juga dapat menjadi bahan baku bagi industri otomotif dan industri turunan lainnya.
Berdasarkan data IISA, volume impor ketujuh jenis baja tersebut terus meningkat selama 2016–2019. Pada 2020, volume impor ketujuh jenis baja tersebut anjlok 34,21 persen menjadi 4,76 juta ton.
IISA menemukan bahwa volume ketujuh jenis baja impor tersebut meningkat 15 persen secara tahunan pada semester I/2021 menjadi 3,01 juta ton.
Sementara itu, impor baja karbon naik 6,97 persen menjadi 1,91 juta ton, sedangkan impor baja paduan melonjak 33,25 persen.
Seperti diketahui, baja karbon adalah baja ringan yang kerap digunakan untuk keperluan industri otomotif.
Adapun, baja paduan adalah baja yang dihasilkan dari campuran beberapa jenis baja yang kerap digunakan untuk keperluan konstruksi lantaran lebih kokoh.
Silmy menduga, praktek pengalihan kode pos baja masih terjadi pada importasi baja konstruksi. Selain itu, Silmy menilai bahwa subsidi terselubung dan importasi baja non-SNI juga masih terjadi.
“Produk-produk impor harus diawasi. Jangan sampai menguasai pasar dalam negeri dengan segala kecurangannya,” ucapnya.