Bisnis.com, JAKARTA - Pemrosesan berbasis kertas di pelabuhan menjadi hambatan besar perdagangan internasional yang harus segera dibenahi dengan digitalisasi.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, Kemenko Marves Ayodhia Kalake menjelaskan, bahwa Indonesia berada di jalur lintas pelayaran internasional, sektor maritim memiliki peranan penting bagi Indonesia. Bahkan, 58 persen perdagangan dunia melalui Selat Malaka, juga Selat Sunda, dan Selat Lombok dengan total nilai perdagangan mencapai sekitar US$435 miliar.
Belum lagi, imbuhnya, pusat gravitasi geo-ekonomi dan geo-politik dunia sedang bergeser dari barat ke Asia Timur sehingga ini menjadi momentum yang sangat baik untuk mendorong Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Data World Trade Organization (WTO), paparnya, menunjukkan bahwa pertumbuhan volume perdagangan dunia pasca-krisis pada 2008 tidak kembali ke rerata jangka panjangnya. Terlihat bahwa pertumbuhan setelah tahun 2010 lebih rendah daripada garis tren 1990-2008. Terlebih dengan adanya pandemi Covid-19 semakin berpengaruh pada hubungan ekonomi antarnegara, termasuk dalam bidang transportasi laut.
“Kejadian ini telah meningkatkan kesadaran untuk melakukan digitalisasi kepelabuhanan, mengingat pemrosesan berbasis kertas di pelabuhan menjadi hambatan besar perdagangan internasional,” ujarnya nelalui siaran pers, Senin (9/8/2021).
Dia melanjutkan, untuk memperbaiki kondisi logistik di Indonesia, disusunlah Rencana Aksi Penataan Ekonomi Logistik Nasional sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 5/2020 tentang Penataan Ekonomi Logistik Nasional.
Baca Juga
Pemerintah membangun Ekosistem Logistik Nasional/National Logistic Ecosystem (NLE) untuk meningkatkan produktivitas, meningkatkan daya saing, dan menciptakan peluang yang berbasis digital. Eksportir dan importir hanya perlu melakukan transaksi melalui sebuah platform daring NLE.
Ayodhia juga menjelaskan, bahwa aplikasi ini menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen internasional sejak kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang, berorientasi pada kerja sama antar instansi pemerintah dan swasta.
Selain itu, telah dilakukan peluncuran Batam Logistics Ecosystem (BLE) yang sama-sama menyederhanakan proses logistik di pelabuhan yang diharapkan mampu meningkatkan investasi dan menurunkan biaya logistik nasional.
Penurunan biaya logistik nasional yang ditargetkan turun dari 23,5 persen menjadi sekitar 17 persen pada 024 sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 18/2020 dan Instruksi Presiden Nomor 5/2020.
Nantinya, sistem BLE ini juga akan dijadikan percontohan untuk digunakan secara nasional di berbagai pelabuhan di Indonesia, termasuk Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Patimban, Tanjung Mas, Teluk Lamong, Tanjung Perak, Benoa, Soekarno Hatta, Tenau, Nambo Kendari, dan Bitung.
Pemerintah juga melakukan industrialisasi perikanan yang berkelanjutan dan berdaya saing, dimulai dari Maluku Lumbung Ikan Nasional (MLIN). Pada masa mendatang, sistem ini juga akan diadopsi di Pelabuhan Ternate, Ambon, Sorong, dan Tual.
NLE dan digitalisasi ini hanya salah satu langkah untuk meningkatkan ekonomi maritim dan harus terus berbenah di berbagai sektor.
“Saya juga ingin ada peningkatan investasi sehingga akan ada inovasi dan transfer teknologi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia,” imbuhnya.
Langkah pembenahan laiinya yang perlu ditempuh di antaranya adalah pembangunan konektivitas laut yang efektif dan efisien, serta penguatan industri maritim, termasuk perikanan, yang berkelanjutan dan berdaya saing, seperti melalui program Maluku Lumbung Ikan Nasional (MLIN).
Diharapkan kontribusi ekonomi maritim terhadap produk domestik bruto (PDB) akan meningkat dari 6,04 persen pada 2016 menjadi 12,5 persen pada 2045