Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penggilingan Kecil Paling Terdampak Penurunan Harga Beras

Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa harga rata-rata gabah kering panen (GKP) di tingkat petani pada Juli 2021 turun 5,17 persen secara bulanan.
Petani menampih gabah. /Antara
Petani menampih gabah. /Antara

Bisnis.com, JAKARTA — Harga gabah di tingkat petani dan harga beras eceran turun pada Juli 2021 dibandingkan dengan sebulan sebelumnya. Situasi ini menekan usaha penggilingan kecil di tengah lesunya pasar beras.
 
Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa harga rata-rata gabah kering panen (GKP) di tingkat petani pada Juli 2021 turun 5,17 persen secara bulanan. Harga beras di tingkat eceran juga turun 0,25 persen pada Juli 2021, mengikuti tren harga beras semua kualitas yang turun di tingkat penggilingan.
 
Beras medium di penggilingan tercatat turun 0,22 persen secara bulanan menjadi Rp8.887 per kilogram (kg), beras premium turun 1,42 persen menjadi Rp9.402 per kg, dan harga beras di luar kualitas terkoreksi 2,46 persen menjadi Rp8.481 per kg.
 
Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan penurunan ini paling berdampak pada penggilingan kecil yang mayoritas pasarnya adalah beras di luar kualitas. Penggilingan kecil sendiri mendominasi dengan jumlah 94 persen dari 182.000 unit usaha penggilingan padi yang didata BPS, berdasarkan penjelasan Sutarto.

“Penggilingan besar ini modalnya kuat dan pasarnya cenderung menengah ke atas, jadi tidak terlalu terdampak penurunan harga. Kebanyakan menjual beras kualitas premium. Sementara penggilingan kecil pasarnya lokal,” kata dia, Selasa (3/8/2021).

Dia menjelaskan penurunan harga beras tidak terlepas dari situasi pasar yang lesu karena pendemi. Namun dia mengatakan penurunan konsumsi tetap memerlukan validasi dari BPS.

Baca Juga : Harga Beras Turun, Bulog Konsisten Serap Hasil Panen

Selain permintaan yang melemah, dia mengatakan produksi cenderung meningkat menjelang masa panen selanjutnya yang jatuh pada Agustus. Kehadiran pasokan tambahan dari panen mendatang, lanjut Sutarto, diiringi dengan belum maksimalnya penyerapan dari panen raya perdana pada Maret dan April.
 
“Surplus dari panen tersebut lebih dari 3 juta ton, tetapi Bulog tidak bisa menyerap semuanya. Artinya ketersediaan beras di lapangan masih banyak,” tambahnya.

Penggilingan Kecil Paling Terdampak Penurunan Harga Beras

Para petani memilah gabah hasil panen di desa Dawuan, Subang. /Antara-Arief Luqman Hakim
 
Karena itu, ke depannya dia berharap usaha penggilingan skala kecil bisa direvitalisasi. Dengan demikian, kualitas beras yang dihasilkan bisa lebih baik dan sesuai dengan kriteria pembelian beras yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebagaimana diketahui, pemerintah hanya menyerap beras petani berkualitas medium.
 
Sutarto juga memperkirakan bahwa tren penurunan harga bulanan ini tidak akan bertahan lama. Dia menyebutkan harga berpeluang naik pada kuartal IV/2021 ketika produksi bulanan lebih rendah dari pada total konsumsi.
 
“Selain itu Bulog sudah ditugasi menyalurkan bansos. Hal ini kemungkinan akan membuat mereka kembali menyerap beras. Efek psikologisnya adalah harga bisa terkerek,” kata dia.
 
Terpisah, Investor Relation PT Buyung Poetra Sembada Tbk, perusahaan pemasok beras cap Topi Koki, Dion Surijata mengatakan bahwa pergerakan harga gabah dan beras kali ini tidak terlalu berdampak pada penjualan perusahaan. Dia mengatakan bahwa sebagian besar beras dijual melalui kanal modern trade sehingga terikat dengan ketentuan harga eceran tertinggi (HET).
 
“Yang kami jual di general trade kecil sekali. Selama ini sebagian besar ke modern trade dan kami mengikuti ketentuan HET,” kata dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan penurunan harga ini berdampak pada turunnya Nilai Tukar Petani (NTP) pada Juli sebesar 0,11 persen secara bulanan. Hal ini disebabkan oleh indeks harga yang diterima petani lebih rendah dari indeks harga yang dibayarkan petani.

“Salah satu faktor penyebab penurunan harga gabah dimaksud akibat terjadinya surplus yang besar karena sejumlah sentra produksi memasuki masa panen, sementara permintaan di masyarakat mengalami penurunan akibat dampak pandemi Covid-19,” kata Oke kepada Bisnis, Selasa (3/8/2021). 

Hal ini setidaknya terlihat dari pasokan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) yang mencapai 3.497 ton per hari, lebih tinggi dari pasokan normal yang berkisar 2.500 sampai 3.000 ton per harinya. Di sisi lain, penyaluran beras oleh Perum Bulog dalam rangka operasi pasar juga hanya berjumlah 26,379 ton sepanjang Juli 2021, lebih rendah dari rata-rata pasokan bulanan yang mencapai 80.000 ton.  

Oke mengatakan pemerintah telah menugaskan Perum Bulog untuk menyerap gabah di petani sesuai harga pembelian pemerintah (HPP) sebagai respons atas penurunan harga gabah. Penugasan Bulog untuk menyalurkan beras operasi pasar dan bantuan sosial juga diharapkan dapat mengurangi stok beras di gudang Bulog. Dengan demikian, Bulog dapat kembali menyerap beras atau gabah petani.  

“Perum Bulog dapat mempercepat penyerapan gabah di petani, sehingga harga gabah di petani dapat kembali pada kondisi normal,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper