Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investasi Baru Waralaba Tertahan Lonjakan Covid-19

Ekonomi kala pandemi belum menjadi momen yang menarik bagi pengusaha waralaba untuk melakukan investasi baru.
Rokok dijual di sebuah gerai waralaba, di Jakarta, Minggu (21/8)./JIBI-Dwi Prasetya
Rokok dijual di sebuah gerai waralaba, di Jakarta, Minggu (21/8)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA – Investasi baru bisnis waralaba diperkirakan masih lesu di tengah tingginya kasus Covid-19 yang disertai kebijakan pembatasan. Peluang usaha waralaba di daerah dengan kasus Covid-19 yang rendah juga cenderung terbatas.

“Ekonomi kala pandemi masih kontraksi. Jadi ini masa yang belum menarik untuk investasi secara umum. Jika ada modal pun investor cenderung akan menahannya dulu,” kata Pengamat ritel sekaligus Staf Ahli Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Yongky Susilo, Senin (2/8/2021).

Meski demikian, Yongky mengatakan ekspansi bisnis waralaba baru tidak serta-merta terhenti. Dia mengatakan untuk daerah dan investor tertentu, usaha baru masih tetap berpeluang lahir. Salah satunya pada investor yang telah memiliki modal lokasi dan properti untuk bisnisnya.

“Saya memperkirakan September baru ada tanda-tanda pemulihan bisnis di daerah yang ledakan Covid-19-nya sudah menurun tajam, seperti DKI Jakarta. Untuk sekarang, sekalipun merek waralaba sudah proven tetap terbatas karena banyak pusat belanja tutup dan menggunakan model stand alone berat,” katanya.

Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali) Levita Supit mengatakan omzet waralaba secara umum turun drastis seiring penutupan pusat perbelanjaan dan perkantoran. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya usaha waralaba yang berlokasi di tempat-tempat tersebut.

“Perkembangan waralaba terdampak selama PPKM karena paling banyak di food and beverages seperti restoran, kafe, dan tempat minuman yang berlokasi di mal dan perkantoran. Karena PPKM. Saat lokasi-lokasi ini tutup, bisnis juga tutup,” kata Levita, Senin (2/8/2021).

Dia mengatakan jumlah waralaba di sektor makanan dan minuman bisa mencapai 55 sampai 60 persen dari keseluruhan bisnis. Sementara waralaba di sektor ritel dan jasa menyusul setelahnya. Sekalipun usaha-usaha ini tetap bisa beroperasi, dia mengatakan pemasukan tetap terbatas.

“Omzet turun besar. Saat mal ditutup dan tidak ada aktivitas kerja di kantor banyak bisnis yang tutup. Tentu saja tidak ada pemasukan selama periode tersebut,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper