Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penanganan Covid-19 Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi RI

Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi itu bahkan diprediksi bisa turun lebih rendah lagi apabila kasus situasi dan kondisi Covid-19 di dalam negeri belum juga mereda.
Suasana gedung bertingkat dan perumahan padat penduduk di Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Suasana gedung bertingkat dan perumahan padat penduduk di Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Sebagai imbas dari peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia akibat varian Delta, proyeksi pertumbuhan ekonomi dalam negeri kembali dipangkas menjadi lebih rendah.

International Monetary Fund (IMF) merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 menjadi 3,9 persen. Sebelumnya, pada April lalu IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi RI di 2021 sebesar 4,3 persen.

Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi itu bahkan diprediksi bisa turun lebih rendah lagi apabila kasus situasi dan kondisi Covid-19 di dalam negeri belum juga mereda.

Kepala ekonom BCA David Sumual mengatakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang kini disebut PPKM level 4 turut menjadi faktor penurunan proyeksi pertumbuhan.

“[Proyeksi] bisa saja diturunkan lagi tergantung perkembangan pandemi dan seberapa lama PPKM darurat dilakukan dan seberapa banyak daerah yang dicakup,” kata David kepada Bisnis, Kamis (29/7/2021).

Meski begitu, David menyebut dampak yang dihasilkan dari PPKM level 4 terhadap kegiatan ekonomi dalam negeri tidak akan sedalam dampak ketika ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada tahun lalu.

Menurutnya, perbedaan pada aktivitas bisnis antara PSBB dan PPKM level 4 dapat terlihat dari situasi hingga akhir Juli ini. Dia menyebut perbedaan itu didukung oleh 3 faktor pendorong.

Pertama, ekspor dan harga komoditas jauh lebih baik dibandingkan dengan 2020. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tren surplus neraca perdagangan bahkan sudah berlangsung dalam kurun waktu 14 bulan terakhir sejak Mei 2020. Terakhir, BPS mencatat surplus Juni 2021 sebesar US$1,32 miliar.

“Jadi, ini jadi penopang terutama [untuk] provinsi-provinsi di luar Jawa penghasil komoditas,” jelas David.

Kedua, dia melihat adanya perubahan perilaku masyarakat dalam berbelanja. Perilaku saat ini berbeda dari tahun lalu di mana belanja kebutuhan pokok sempat turun. Belanja kebutuhan pokok cenderung masih bertahan, serta ikut terbantu oleh belanja daring.

Ketiga, stimulus pemerintah lewat bantuan sosial mulai terlihat pengaruhnya pada masyarakat berpendapatan menengah ke bawah. Menurutnya, hal tersebut terlihat dari peningkatan likuiditas secara agregat untuk masyarakat kelompok pendapatan menengah ke bawah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper