Bisnis.com, JAKARTA - Lonjakan harga pangan diperkirakan mulai akan melonggar pada tahun depan seiring melambatnya permintaan dan output yang meningkat.
Indeks harga pangan global telah melonjak ke level tertinggi sembilan tahun didorong permintaan China yang besar dan masalah cuaca, sehingga menekan anggaran konsumen yang dirugikan oleh krisis Covid-19.
Namun, laporan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) baru-baru ini menyatakan, dalam beberapa tahun ke depan, harga yang disesuaikan dengan inflasi dapat mereda sebelum tetap datar hingga 2030 didorong melambatnya pertumbuhan permintaan untuk biji-bijian dan ikan, serta meningkatnya pasokan pertanian.
“Fundamental tidak mengatakan kepada kami bahwa kami sedang bergerak ke siklus super harga komoditas. Pertumbuhan permintaan akan menurun," kata Maximo Torero, kepala ekonom FAO dalam sebuah webinar, dilansir Bloomberg, Selasa (6/7/2021).
Reli harga pangan selama setahun telah menaikkan biaya bahan-bahan mulai dari adonan pizza hingga daging dan kopi. Itu bisa mendorong lebih banyak orang kelaparan, sambil menaikkan inflasi yang yang dapat mendorong bank sentral untuk memperketat langkah-langkah stimulus bagi ekonomi yang masih dalam mode pemulihan setelah pandemi.
Dalam dekade mendatang, permintaan komoditas pertanian diperkirakan tumbuh 1,2 persen per tahun, dibandingkan dengan 2,2 persen selama dekade terakhir. Output dapat naik sebesar 1,4 persen, didorong oleh ekonomi berkembang dan negara-negara berpenghasilan rendah setelah investasi dalam infrastruktur dan penelitian, dan alokasi sumber daya yang lebih efisien.
Baca Juga
Namun, pertumbuhan output di Amerika Utara, Eropa Barat dan Asia Tengah akan melambat di tengah kendala kebijakan lingkungan.
Dalam jangka pendek, lebih banyak pekerja pertanian akan kembali ketika negara-negara mengakhiri tindakan penguncian dan melonggarkan pembatasan perjalanan, mengurangi kekurangan tenaga kerja dan meningkatkan produksi, kata organisasi itu.
Laporan itu juga menyoroti sejumlah hal lain, diantaranya konsumsi daging per kapita global naik 0,3 persen per tahun selama dekade berikutnya, dengan permintaan di negara-negara berpenghasilan tinggi menurun karena konsumen beralih ke pemotongan yang lebih mahal.
Lebih banyak orang akan mengganti daging merah dengan unggas dan produk susu karena masalah kesehatan dan lingkungan. Daging unggas diharapkan menyumbang 41 persen dari sumber protein daging pada 2030.
Selanjutnya, peternakan akan mendorong kenaikan 4 persen dalam emisi gas rumah kaca pertanian dalam dekade berikutnya, dengan upaya kebijakan baru yang diperlukan untuk sektor pertanian untuk memenuhi target iklim Perjanjian Paris.
Adapun, pertumbuhan konsumsi minyak nabati mungkin melambat hingga sepertiga dari laju 10 tahun sebelumnya karena berkurangnya permintaan untuk biofuel di AS dan Uni Eropa.