Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah resmi mengumumkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa-Bali mulai 3 sampai 20 Juli 2021. Pembatasan tersebut meliputi kerja dari rumah atau work from home (WFH) untuk sektor non-esensial secara 100 persen, dan penutupan mal.
PPKM Darurat ini diperkirakan berpotensi membatasi pemulihan ekonomi khususnya pada kuartal III/2021 dan untuk perekonomian di Jawa dan Bali. Senior VP Economist Bank Permata Josua Pardede memperkirakan pembatasan akan berdampak signifikan pada sektor industri perdagangan, ritel, transportasi, hotel, dan restoran.
Sementara itu, untuk industri pengolahan, pertanian, dan konstruksi diperkirakan tidak akan berdampak negatif secara signifikan.
“Oleh sebab itu, pertumbuhan ekonomi di kuartal III/2021 diperkirakan akan berada kisaran 3,0-4,5 persen dengan turut mengasumsikan bahwa ekonomi di luar Pulau Jawa dan Bali, seperti Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi yang didominasi oleh sektor Sumber Daya Alam (perkebunan CPO, batubara dan logam dasar) diperkirakan akan tetap resilient,” ujar Josua kepada Bisnis, Kamis (7/1/2021).
Menurut Josua, dampak yang dapat terjadi tidak lepas dari pengetatan yang berlangsung hampir selama satu bulan tersebut. Bahkan, tidak menutup kemungkinan bagi PPKM Darurat untuk diperpanjang bila lonjakan kasus Covid-19 tidak kunjung mereda di pertengahan Juli.
Oleh karena itu, Josua menilai PPKM Darurat bisa digunakan oleh pemerintah sebagai momentum untuk mengatasi gelombang kedua penyebaran virus, dan bahkan mendorong upaya pemulihan ekonomi di kuartal selanjutnya. Menurutnya terdapat sejumlah hal yang dapat dilakukan pemerintah selama periode pembatasan darurat.
Baca Juga
Pertama, laju pemberian vaksin diharapkan dapat semakin diakselerasi sehingga target vaksinasi lebih cepat tercapai. Akselerasi progam vaksinasi di tengah pemberlakuan PPKM darurat juga akan membantu pemulihan ekonomi di kuartal IV/2021, sejalan dengan pembukaan kembali perekonomian yang lebih cepat.
Kedua, dari sisi kesehatan, pemerintah perlu melakukan optimalisasi 3T (tracing, testing dan treatment) di masa PPKM Darurat. Hal tersebut mengingat realisasi anggaran kluster kesehatan dalam PEN 2021 per 18 Juni untuk tracing dan testing baru mencapai sekitar 3,8% dari pagu. Hal tersebut terindikasi dari rasio testing terhadap 1000 populasi di Indonesia yang masih relatif rendah.
“Padahal, testing dan tracing merupakan salah satu langkah penanganan yang menjadi kunci menangani pandemi,” ujar Josua.
Ketiga, pemerintah perlu mengalokasikan anggaran untuk program perlindungan sosial (perlinsos) terutama penyaluran bantuan sosial bagi masyarakat di wilayah yang menjadi area pemberlakuan PPKM darurat. Selain itu, perlinsos juga difokuskan untuk kelompok masyarakat rentan miskin atau kelompok masyarakat yang berpotensi jatuh miskin.
Josua mengatakan pemerintah dapat merealokasikan anggaran yang memiliki skala prioritas tidak urgent, dan yang penyerapannya rendah.
Menurutnya, dengan pemberlakuan PPKM darurat yang disertai dengan peningkatan testing, tracing, dan treatment, serta akselerasi program vaksinasi, diperkirakan pemulihan ekonomi berpotensi cenderung lebih cepat pulih pasca pembatasan ini.
“Seperti halnya yang terjadi di India, di mana indikator ekonomi dan mobilitas masyarakat lebih cepat membaik pasca peningkatan kasus Covid-19 gelombang kedua di bulan April-Mei,” pungkasnya.