Bisnis.com, JAKARTA - Regulasi mengenai power wheeling atau penggunaan jaringan listrik bersama dinilai perlu segera direvisi guna mendukung pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT).
Aturan mengenai power wheeling pada dasarnya telah tertuang di dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Penyediaan Tenaga Listrik dan Pemanfaatan Bersama Jaringan Tenaga Listrik. Namun, hingga kini implementasinya tidak berjalan.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai skema power wheeling saat ini sulit diterapkan lantaran selama ini belum ada mekanisme yang lebih rinci terkait implementasinya, seperti pengaturan formulasi tarif power wheeling, aspek kontraktual, penanggungjawab keandalan jaringan transmisi, dan lainnya.
Mekanisme tersebut perlu diperjelas mengingat saat ini jaringan transmisi dan distribusi listrik di Indonesia dikuasai oleh PT PLN (Persero).
"Perlu dipikirkan ulang konsep power wheeling dengan seluruh struktur industri kelistrikan di Indonesia, di mana PLN menguasai jaringan tranmisi dan distribusi. Revisi Permen ESDM tidak serta merta ganti pasal, tapi perlu ada kajian yang serius terkait strukturnya, penetapan harga, aspek kontraktual, liability keandalan," ujar Fabby kepada Bisnis, Selasa (29/6/2021).
Selain itu, perlu diatur pula mengenai transparansi kapasitas jaringan transmisi PLN. Menurut Fabby, keterbukaan terkait kapasitas jaringan tersebut sangat penting untuk memastikan kemampuan jaringan transmisi PLN menampung tambahan beban.
Baca Juga
"Power wheeling itu kan mempertimbangkan kemampuan jaringan. Kalau PLN bilang kapasitasnya sudah penuh, tidak bisa menambah slot, mekanismenya nanti bagaimana," kata Fabby.
"Tiap IUPTL harus sampaikan kapasitas transmisi kepada regulator sehingga regulator tahu persis kapasitas transmisi. Kemudian yang minta power wheeling ini langsung datang ke regulator, dari sana dilihat memungkinkan enggak power wheeling."
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengakui bahwa skema power wheeling belum berjalan, meski telah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2015.
"Sebetulnya sudah ada Permen power wheeling, ini yang saya pertanyakan kenapa tidak jalan. Tentu saja ada penyebabnya, nah, itu penyebabnya belum datang ke saya," ujar Rida dalam sebuah diskusi, belum lama ini.
Dia tak menampik dengan dengan adanya tren perusahaan yang berpartisipasi dalam RE100 atau kelompok perusahaan yang berkomitmen untuk menggunakan 100 persen energi terbarukan bagi kegiatan operasional mereka, tuntutan dari industri untuk penerapan power wheeling semakin mengemuka. Oleh karena itu, pemerintah tengah mengkaji kembali skema power wheeling yang selama ini belum berjalan.
"Itu yang lagi digodok. Lebih banyak industri yang menuntut karena mereka datang ke sini nyari EBT, tahu Indonesia banyak. Belakangan mereka juga bisa enggak power wheeling segala macem, karena end-to-end mereka tidak bisa sementara ini," kata Rida.