Bisnis.com, JAKARTA — Evaluasi kebijakan gas murah bagi industri akan berakibat merusak iklim kepastian berusaha dan investasi baik dari lokal atau asing.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan gas tidak boleh dipandang sebagai pendapatan negara semata tetapi harus sebagai economic driver yang akan memberikan dampak berganda. Menurut Edy, Malaysia saat ini malah mensubsidi harga gas dengan tujuan gerakkan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
"Asaki juga siap menyerap lebih pemanfaatan gas yang saat ini masih menunggu kepastian dari Kementerian ESDM untuktambahan alokasi volume gas tahap dua sebesar 40 BBUTD," katanya kepada Bisnis, Senin (28/6/2021).
Edy mengatakan pemerintah diharapkan konsisten terhadap ketentuan Peraturan Presiden nomor 40/2016 yang baru saja dijalankan tahun lalu melalui Keputuaan Menteri ESDM nomor 89K/2020 terkait harga gas tertentu untuk industri.
Apalagi dalam implementasinya kini pun belum merata diterima industri. Halnitu khususnya bagi industri keramik di Jawa Timur yang sudah menunggu setahun lebih dan sampai saat ini belum mendapatkan kepastian dari PGN.
"Industri Keramik di Jawa Timur masih harus membayar sekitar 34 persen dari total pemakaiannya dengan harga gas lama yang masih US$7,98 per MMBTU.
Edy menyebut kondisi terserbut membuat Industri keramik di Jawa Timur membayar harga gas lebih mahal sekitar 20 persen dibanding sesama industri keramik domestik dan membuat gencarnya gempuran produk impor di mana periode Januari dan Februari 2021 bertumbuh 13 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sebelumnya, Dewan Energi Nasional (DEN) meminta Kementerian Keuangan untuk mengevaluasi kebijakan harga gas US$6 mmbtu. Pasalnya, kebijakan harga gas untuk 7 industri itu telah menurunkan penerimaan negara cukup besar.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan langkah evaluasi kebijakan harga gas US$6 MMBTU diperlukan untuk memastikan bahwa keuangan negara tetap sehat.
Evaluasi, katanya, juga untuk memastikan penerimaan bagian Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk menjaga nilai keekonomian lapangan migas.
“Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, perlu melakukan evaluasi terhadap dampak penerimaan pajak yang diakibatkan dari harga gas sebesar US$6 MMbtu,” ujarnya.