Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Presiden IPA: Target Produksi Gas di 2030 Menantang

Untuk mencapai target produksi pada 2030, dibutuhkan pendekatan nasional yang melibatkan berbagai bagian dari pemerintah.
Pegawai Elnusa mengerjakan proyek migas. Istimewa/Pertamina
Pegawai Elnusa mengerjakan proyek migas. Istimewa/Pertamina

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA) Gary Selbie menilai target produksi minyak bumi sebesar 1 juta barel per hari dan 12 miliar kaki kubik per hari gas bumi (BSCFD) pada 2030 cukup agresif.

Menurutnya, dari dua target ambisius tersebut, target produksi minyak berpotensi mampu tercapai dibandingkan target poduksi gas.

"Saya kira yang jadi concern industri adalah apakah pasarnya ada, khususnya untuk gas. Saya pikir memproduksi 12 BSCFD secara technical itu feasible karena cadangan Indonesia cukup besar. Tapi bagaimana dengan pasarnya, infrastruktur, fasilitas pembangkit listrik, fasilitas pabrik kimia untuk menyerap gas kita," ujar Gary dalam acara Oil And Gas Investment Day, Kamis (17/6/2021).

Di sisi lain, kata Gary, pematokan harga gas untuk keperluan dalam negeri juga menjadi tantangan dalam investasi pengembangan lapangan gas bumi.

"Cap harga gas domestik berarti beberapa cadangan di Indonesia hampir tidak mungkin untuk menuju komersial di tengah harga gas saat ini, meskipun ada insentif yang signifikan," katanya.

Dia mengatakan untuk mencapai target produksi pada 2030, dibutuhkan pendekatan nasional yang melibatkan berbagai bagian dari pemerintah.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, dan lainnya perlu bekerjasama untuk membantu para produsen mencapai target jangka panjang yang ditetapkan pemerintah.

Sementara itu, pemerintah terus berusaha menciptakan iklim investasi yang menarik guna mencapai target produksi minyak bumi sebesar 1 juta barel per hari dan 12 BSCFD pada 2030.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan tren global dan lokal yang muncul, seperti revolusi minyak serpih (shale oil) di Amerika Serikat, transisi energi, pandemi Covid-19, dan harga minyak yang rendah telah menciptakan pasar yang sangat kompetitif untuk mendapatkan investasi di bisnis hulu migas.

Menurut perusahaan konsultan migas seperti Woodmac, IHS atau Rystad, Indonesia dianggap sebagai tempat yang menarik untuk investasi. Daya tarik tersebut lebih didorong oleh prospek sumber daya migas. Sementara itu, pada sistem fiskal dan risiko minyak dan gas, terdapat begitu banyak ruang untuk perbaikan.

"Kita harus membangun kesadaran bahwa kita sedang bersaing dengan negara-negara penghasil minyak lain di seluruh dunia untuk mendapatkan investasi dan oleh karena itu kita harus memperbaiki iklim investasi kita," ujar Arifin.

Untuk meningkatkan iklim investasi dan menarik investor, kata Arifin, pemerintah juga meluncurkan syarat dan ketentuan baru yang diharapkan lebih kompetitif dan menyukseskan penawaran wilayah kerja (WK) migas konvensional tahap I/2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper