Bisnis.com, JAKARTA - Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) mencatat kontribusi sektor manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam beberapa tahun terakhir stagnan.
Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu mengatakan bahwa negara menyadari manufaktur dapat menghasilkan nilai tambah yang lebih besar terutama dibandingkan dengan pertanian. Tahun lalu, kontribusi manufaktur terhadap PDB sebesar 19,9 persen dan pertanian 13,7 persen.
“Dengan demikian kita berharap sektor manufaktur bisa revive [kembali hidup] dan kembali mempekerjakan tenaga kerja yang berkualitas,” katanya pada diskusi virtual dengan wartawan, Jumat (4/6/2021).
Febrio menjelaskan bahwa ke depannya, industri Indonesia akan fokus pada yang memiliki nilai tambah tinggi.
Sambil memajukan industri manufaktur, sektor jasa secara natural bakal berkembang. Menurut Febrio, dengan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin maju, jasa pun terdorong mengikutinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Untuk meningkatkan industri yang bernilai tinggi, pemerintah mulai mendorong hilirisasi komoditas sumber daya alam milik Indonesia. Febrio mencontohkan industri makanan-minuman, logam dasar, garmen, karet, plastik, dan oleokimia.
Baca Juga
Di saat yang sama, industri berteknologi menengah-tinggi dikembangkan. Beberapa di antaranya adalah otomotif dan suku cadang, kimia dan farmasi, logam dan elektronik, serta mesin dan perlengkapan.
Sedangkan pengembangan jasa modern dan komoditas berorientasi ekspor yang bisa dikembangkan adalah pariwisata dan produk teknologi informasi.
“Ini diharapkan yang bisa didorong agar lebih solid,” jelas Febrio.