Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan usaha menilai Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang mencatatkan rekor tertinggi di level 55,3 didorong oleh sejumlah faktor.
Seperti diberitakan sebelumnya, aktivitas manufaktur nasional yang diukur dengan PMI Manufaktur IHS Markit berada di level 55,3. Angka tersebut naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 54,6, sekaligus kembali menjadi rekor tertinggi.
Wakil Ketua Bidang Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Johnny Darmawan mengatakan bahwa angka tersebut mengartikan bahwa manufaktur Indonesia makin ekspansif, bahkan menuju solid.
“Angka di atas 50 ini juga didorong dari momentum dan faktor PPnBm, persiapan Lebaran, ekspor Batubara, dan konsumsi dalam negeri. Sebenarnya Indonesia diuntungkan 50—70 persen dari konsumsi domestik atau dalam negeri yang di mana menggerakan peraturan dan insentif pemerintah seperti PEN, Bansos, PPnBm, dan lainnya itu yang membuat ekonomi berkembang,” katanya, Rabu (1/6/2021).
Baca Juga : PMI 55,3 Sudah Terlalu Tinggi, Masih Bisa Naik? |
---|
Dia mengatakan bahwa bila pada awal pandemi Covid-19 kapasitas menjadi salah satu tantangan dan permasalahan manufaktur, tetapi saat ini tingginya permintaan sudah siap untuk dipenuhi manufaktur Indonesia.
“Saya meyakini memang Mei memungkinkan memecahkan rekor karena dorongan dari momentum dan faktor-faktor tersebut. Kapasitas yang memungkinkan sehingga supply setinggi apapun masih bisa dipenuhi yang menunjukan Indonesia sudah ekspansif,” ujarnya.
Namun, Johnny mengatakan bahwa untuk angka PMI pada Juni sulit untuk kembali meningkat. Sebab, hingga saat ini belum ada momentum yang dapat mendorong untuk memecahkan angka pada Mei 2021.
“Kami masih menunggu momentum apa yang ada di Juni ini yang membuat [PMI] meningkat, sedangkan April dan Mei memang banyak sekali [momentum]. Mungkin di Juni [turun] jadi 55 dan tidak di 55,3,” katanya.
Johnny pun mengatakan untuk terus menopang agar angka PMI bisa terus berada di atas 50, setiap lini baik pemerintah dan pengusaha harus harus menjaga faktor konsumsi domestik.
“Harus jaga konsumsi dalam negeri yang menyumbangkan 70 persen yang mana selama domestik kuat akan terus ekspansif. Bahkan, ancaman dan tantangan pada bulan-bulan berikutnya adalah bagaimana pemerintah menjaga agar Covid-19 ini tidak menjadi batu sandungan kembali bagi ekonomi. Saat ini kapasitas sudah siap memenuhi permintaan,” katanya.
Johnny pun merinci PMI Manufaktur naik karena kepercayaan masyarakat untuk membelanjakan uangnya. Selain itu juga karena pemerintah memberi banyak kemudahan, sektor yang moncer dan memberikan sumbangsih bagi PMI di antaranya adalah otomotif, batubara, dan sektor yang berkaitan dengan logam termasuk didalamnya farmasi dan alat kesehatan.