Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Incar Pajak Orang Kaya Lewat Tax Amnesty II, Ekonom: Ekstensifikasi Dulu

Aviliani menilai ekstensifikasi dan integrasi data yang perlu dilakukan oleh pemerintah ketimbang mengejar penerimaan melalui kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty).
Wajib pajak melaporkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) Pajak di Kantor Pajak Pratama (KPP) Mampang Prapatan, Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Wajib pajak melaporkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) Pajak di Kantor Pajak Pratama (KPP) Mampang Prapatan, Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Senior Institute of Development on Economics and Finance (Indef) Aviliani menilai rencana pemerintah mengejar penerimaan melalui kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) tidak akan maksimal dibandingkan dengan langkah ekstensifikasi dan integrasi data.  

Dia menyebutkan perluasan atau ekstensifikasi pajak lebih cocok untuk diterapkan apabila ingin menggenjot penerimaan pendapatan negara, ketimbang perubahan kebijakan. 

Menurut Aviliani, dengan ekstensifikasi pajak maka selain memperluas data juga mendorong lebih banyak individu dan perusahaan untuk taat mempajak.

"Apalagi kita lihat beberapa tahun belakangan, sektor usaha informal cenderung meningkat. Nah, ini menunjukkan ekstensifikasi yang dilakukan selama ini belum berhasil. Jadi, harusnya ini yang dikejar, jangan merubah dari sisi nilai dulu. Kalau turun boleh, kalau naik nanti dulu," jelas Aviliani dalam webinar Kupas Tuntas Keuangan Negara: Di Balik Revisi UU Perpajakan, Jumat (28/5/2021).

Aviliani lalu mencontohkan perusahaan informal yang belum membayar pajak. Menurutnya hal tersebut dapat diatasi dengan pendataan single identity bagi individu atau perusahaan, baik formal dan informal.

Tidak adanya data usaha yang terintegrasi dan valid, katanya, membuat banyak pihak lolos dalam pengawasan untuk menjalankan kewajiban bayar pajak. Padahal, Aviliani menyebut Indonesia sangat memungkinkan mempunyai sistem single identity karena setiap usaha di Indonesia perlu memiliki izin.

"Menurut saya sih kuncinya gampang. data dari single identity itu akan membuat orang itu ter-capture, seperti apa behavior-nya. Jadi ketahuan siapa yang tidak bayar pajak," ujarnya.

Sebelumnya, berdasarkan dokumen Rancangan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang diterima Bisnis, latar belakang dirumuskannya Sunset Policy adalah karena belum maksimalnya repatriasi harta atau aset dalam program Tax Amnesty 2016.

Alasan lainnya, pemerintah ke­­sulitan da­lam menindaklanjuti data hasil kerja sama per­tu­karan infor­masi atau Auto­ma­­tic Excha­nge of Information (AEOI).

Sumber Bisnis membenarkan bahwa data yang tersaji dalam dokumen tersebut autentik. Wajib pajak bakal mengimplementasikan Sunset Policy melalui dua cara. Pertama, mengungkapkan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta Tax Amnesty 2016. Kedua, pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016—2019.

AEOI merupakan pertukaran informasi yang melibatkan transmisi sistematis dan periodik atas informasi wajib pajak yang dilakukan secara massal oleh negara asal ke negara tempat wajib pajak terdaftar sebagai residen pajak.

Informasi wajib pajak itu meliputi berbagai jenis penghasilan seperti dividen, bunga, royalti, gaji, dan pensiun. Informasi yang dipertukarkan otomatis biasanya dihimpun di negara asal secara rutin melalui pelaporan transaksi oleh pembayar a.l. lembaga keuangan, dan pemberi kerja.

Kementerian Keuangan men­­ca­tat, pada 2018, total nilai da­ta AEOI mencapai Rp2.742 triliun. Berdasarkan hasil penelitian Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, terdapat selisih setara kas pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2018, dengan data AEOI senilai Rp670 triliun.

Sejauh ini, pemerintah mengidentifikasi 30.722 wajib pajak dengan nilai data Rp78 triliun, dan sebanyak 9.846 wajib pajak telah ditindaklanjuti melalui imbauan senilai Rp39 triliun. Artinya, dalam waktu 3 tahun, pemerintah baru berhasil mengidentifikasi data AEOI senilai Rp117 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper