Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permendag 23/2021 Banjir Protes, Ada Aturan Wajib Waralaba

Aturan yang mewajibkan pelaku usaha ritel mewaralabakan bisnis ketika sudah memiliki 150 unit toko justru diperkirakan menghambat ekspansi. Pasalnya sistem waralaba biasanya hanya berkembang untuk usaha dengan modal kecil, atau sekitar Rp40 juta hingga Rp50 juta
Suasana sepi terlihat di salah satu pusat perbelanjaan atau mal saat libur Natal dan Tahun Baru di Depok, Jawa Barat, Minggu (27/12/2020). /Bisnis-Himawan L Nugraha
Suasana sepi terlihat di salah satu pusat perbelanjaan atau mal saat libur Natal dan Tahun Baru di Depok, Jawa Barat, Minggu (27/12/2020). /Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Investasi di sektor ritel modern terancam mandek tanpa pertambahan jumlah gerai yang signifikan seiring berlakunya kewajiban pelaku usaha mewaralabakan usahanya ketika jumlah toko sudah di atas 150 unit.

Kewajiban ini tertuang dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perdagangan No. 23/2021 tentang Pedoman Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan yang mencabut Permendag No. 56/2014 dan Permendag No. 70/2013. Dalam aturan lama, pelaku usaha ritel bisa memilih antara menjalin kemitraan atau mewaralabakan gerai barunya jika sudah berjumlah lebih dari 150 unit.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengatakan mewaralabakan bisnis ritel bukanlah perkara mudah. Dia memberi contoh kesulitan yang dialami peritel format minimarket dalam mencari franchisee.

“Untuk minimarket yang modal untuk waralabanya sekitar Rp450 juta saja pemilik konsep kesulitan mencari franchise. Apalagi dengan format yang lebih besar seperti supermarket atau hypermarket yang modalnya mencapai miliaran rupiah? Siapa yang mau beli?” kata Roy, Kamis (27/5/2021).

Roy mengatakan bisnis waralaba biasanya hanya berkembang untuk usaha dengan modal di kisaran Rp40 sampai Rp50 juta. Dia pun mengatakan model pengembangan ini lebih cocok diterapkan untuk ritel makanan atau restoran alih-alih pada toko ritel modern.

“Dengan bisnis waralaba yang sulit di ritel, bisa dikatakan aturan ini seperti mengunci kami. Kami tidak bisa ekspansi,” lanjutnya.

Roy juga mengkhawatirkan kehadiran regulasi ini bisa membuat investor enggan masuk ke sektor ritel modern. Terlebih, acuan pertumbuhan ritel modern lebih banyak dipengaruhi oleh kehadiran toko-toko baru.

Pelaku usaha ritel sebelumnya menaruh harap pada pertambahan gerai format supermarket dan minimarket  untuk menopang pertumbuhan bisnis menyusul makin redupnya pamor toko format besar. Meski demikian, Roy meyakini ritel supermarket dan hypermarket kembali pulih ke level sebelum pandemi karena didorong oleh naiknya daya beli seiring meluasnya vaksinasi. Untuk 2021, peritel modern membidik kenaikan sebesar 4 sampai 4,5 persen.
 
“Peningkatan vaksin jadi satu-satunya pendorong belanja kelompok menengah. Jika cakupan luas dan optimisme terungkit bukan tak mungkin supermarket dan hypermarket memasuki masa pemulihan. Begitu pula minimarket,” kata dia.
 
Sebagaimana diketahui, ritel modern channel minimarket menjadi satu-satunya penyumbang pertumbuhan positif pada tahun lalu dengan kenaikan sebesar 4,8 persen. Sebaliknya, ritel supermarket dan hypermarket terkontraksi 10,1 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper