Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa penerimaan negara, khususnya perpajakan pada 2020 mengalami dampak yang luar biasa akibat pandemi Covid-19.
“Tax ratio [rasio perpajakan] kita turun di bawah 9 persen. Namun, saat kita menghadapi tekanan yang luar bisa, kita harus memberi insentif agar wajib pajak dan dunia usaha bisa survive [bertahan hidup],” katanya saat sambutan Peresmian Organisasi dan Tata Kerja Baru Instansi Vertikal Direktorat Jederal Pajak (DJP) melalui virtual, Senin (24/5/2021).
Melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pemerintah menganggarkan untuk dunia usaha pada 2020 dalam bentuk berbagai stimulus perpajakan sebesar Rp56,12 triliun. Realisasinya Rp53,86 triliun.
Bantuan tersebut membuat penerimaan pajak turun. Hingga akhir tahun 2020, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat realisasi penerimaan pajak hanya sebesar Rp1.069,98 triliun.
Angka ini meleset dari target yang ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 sebesar Rp1.198,82 triliun atau hanya mencapai 89,25 persen. Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penerimaan pajak mengalami kontraksi sebesar 19,71 persen.
Di sisi lain, rasio perpajakan terus turun sejak 2018. Tiga tahun lalu, rasio pajak 10,24 persen, setahun kemudian turun menjadi 9,76 persen.
Sementara tahun ini pemerintah lebih optimistis. Berdasarkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021, rasio dipatok 8,18 persen. Sri Mulyani menjelaskan bahwa karena keamanan dan keselamatan negara adalah yang utama, maka instrumen fiskal harus berkorban.
“Di situ letaknya, kita harus melakukan pengelolaaan yang luar biasa teliti. Bagaimana pengorbanan ini berhasil memulihkan ekonomi dan instrumen kita kembalikan kesehatannya,” jelasnya.