Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memperkirakan program work from Bali hanya akan mencakup 25 persen aparatur sipil negara (ASN) di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi.
“Untuk ASN di bawah komando Kemenko Marves, perlu ada kebijaan bersama berapa kira-kira kuota untuk program ini. Kami usulkan, karena saat ini pekerja yang WFO [work from office] rata-rata 50 persen, kalau bisa dibagi dua. Jadi 25 persen WFO di Jakarta dan 25 persen di Bali,” kata Kepala Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Vinsensius Jemadu dalam konferensi pers virtual, Sabtu (22/5/2021).
Dia mengatakan dengan memanfaatkan anggaran yang tersedia saat ini, program work from Bali setidaknya bisa mengerek tingkat okupansi hotel-hotel di Pulau Dewata yang selama setahun terakhir hanya berkisar di level 10 persen.
“Adapun untuk jenis pekerjaan yang bisa dikerjakan dari Bali, kami usulkan pekerjaan yang sifatnya kesekretariatan dan juga rapat-rapat itu sebaiknya dikerjakan bisa dari Bali. Kami sedang susun standar operasionalnya,” ujarnya.
Vinsensius mengatakan kebijakan work from Bali bisa menjadi pengungkit perekonomian Bali di tengah terbatasnya anggaran pemerintah.
Sebagaimana diketahui, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) maupun daerah (APBD) telah banyak dialokasikan untuk untuk penanganan kesehatan, program vaksinasi Covid-19, dan program pemulihan ekonomi nasional.
“Perlu digarisbawahi bahwa kekuatan pemerintah atau senjata pamungkas pemerintah sebenarnya hanya ada dua yakni APBN dan APBD lalu yang kedua regulasi atau kebijakan. Kita ketahui setahun ini APBN banyak tersedot untuk mengatasi kesehatan dan vaksin. Saat APBN dan APBD sangat kurang dan sangat minim, senjata selanjutnya ada regulasi. Saya kira kebijakan [work from Bali] ini bagus, tinggal bagaimana teknisnya,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, sekitar 52 sampai 56 persen produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Bali disumbang oleh sektor pariwisata.
Dengan ketergantungan yang besar terhadap sektor ini, perekonomian Bali mengalami kontraksi 9,31 persen sepanjang 2020. Bank Indonesia bahkan menyebutkan bahwa Bali menjadi satu-satunya provinsi yang mengalami pertumbuhan ekonomi kuartalan negatif sepanjang tahun.