Bisnis.com, JAKARTA – Sebanyak 16 keluarga korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air (SJ-182) telah mendaftarkan gugatan kepada Boeing ke Pengadilan Tinggi King County di Negara Bagian Washington, Amerika Serikat.
Gugatan atas kecelakaan pada Januari 2021 itu diperkuat dengan adanya temuan baru dari Federal Aviation Administration (FAA) pada 14 Mei 2021.
FAA telah menerbitkan Airworthiness Notification untuk pesawat Boeing 737-300, 400, dan 500 berdasarkan informasi yang dipelajari dalam penyelidikan kecelakaan Sriwijaya Air (SJ-182). Pemberitahuan tersebut menyatakan adanya kondisi tidak aman di pesawat.
FAA juga menemukan bahwa kegagalan kabel syncho flap mungkin tidak terdeteksi oleh komputer autothrottle atau tuas pengatur tenaga mesin. Kecacatan ini dapat mengakibatkan hilangnya kendali atas pesawat.
Pengacara Utama kasus Hermann Law Group Mark Lindquist menjelaskan alasan di balik pendaftaran kasus tersebut ke wilayah bagian Washington.
Pertama, ungkapnya, karena mayoritas pesawat Boeing diproduksi di wilayah tersebut. Kedua, hukum umum berlaku di Amerika Serikat dan negara bagian Washington secara khusus lebih menguntungkan untuk mengajukan gugatan tersebut.
Baca Juga
Wilayah tersebut juga menjadi yang pertama kalinya mewajibkan Boeing agar membuat pesawat yang aman.
Menurutnya, sepanjang umur pesawat masih memenuhi kelaikan, sebagai produsen burung besi, boeing memiliki kewajiban untuk memberikan instruksi yang tepat tentang peralatan dan mesin yang digunakan.
“Dalam gugatan hukum kami menuntut Boeing karena gagal memberikan informasi yang cukup dan tepat tentang autothrottle. Kami juga menuntut boeing karena gagal memperingatkan maskapai atas bahaya pesawat yang sudah terparkir selama berbulan-bulan. Jadi itu dua hal dalam gugatan hukum,” ujarnya pada Kamis (20/5/2021).
Dia memaparkan untuk pertama kali dalam sejarah aviasi ada ribuan pesawat yang terparkir berbulan-bulan lamanya karena pandemi. Covid-19.
Permasalahannya, FAA sebenarnya telah memberikan pernyataan darurat kepada para maskapai agar memeriksakan pesawat mereka yang sudah terparkir lebih dari 7 hari. Sementara SJ-182 terparkir selama 9 bulan.
Dengan demikian, dia yakin Boeing gagal memberikan peringatan atas pesawat yang terparkir selama berbulan-bulan.
“Sekali lagi ini penyidikan pada tahap awal tapi kami memiliki bukti cukup bahwa Boeing bersalah. Bukti lainnya ini juga dapat diperoleh dan semakin jelas setelah penyelidikan berjalan. Yang pastinya kami akan memonitor hasil investigasi dari Komisi Nasional Keselamatan Transportasi [KNKT]. Selain itu kami juga melakukan penyelidikan sendiri,” imbuhnya.
Herrmann Law Group menggugat The Boeing Company atas nama 16 keluarga korban yang tewas karena pesawat Sriwijaya Air (SJ-182) jatuh di Laut Jawa di luar Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Semua 62 orang di dalam pesawat itu tewas, termasuk 12 awak dan 7 anak-anak.