Bisnis.com, JAKARTA - Fokus strategi pemerintah untuk penanganan Covid-19 pada 2022 dinilai sudah tepat dan mendukung tema kebijakan fiskal pemerintah yakni pemulihan ekonomi dan reformasi struktural.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan bahwa isu selanjutnya yang perlu disoroti adalah seperti apa teknis implementasinya.
“Bagaimana prioritas ini bisa diterjemahkan pemerintah menjadi kebijakan yang efektif dan efisien,” katanya saat dihubungi, Kamis (20/5/2021).
Riefky menjelaskan bahwa berdasarkan pengalaman 2020, banyak kebijakan pemerintah yang dicoba lalu gagal atau trial and error. Akan tetapi hal tersebut wajar karena semua negara melakukan hal serupa.
Oleh karena itu, yang perlu disoroti bukan pada kebijakan yang tepat, melainkan evaluasi kebijakan secara fleksibel. Hal ini belum dilakukan semua instansi pemerintah.
Riefky melihat Kementerian Keuangan secara cepat merespons kebijakan yang dilakukan. Anggaran stimulus untuk penanganan Covid-19 cepat dipindah alokasinya jika ada pos yang minim serapan. Akan tetapi, hal itu tidak terjadi di Kementerian Kesehatan. Pergerakan yang lebih cepat baru mulai terlihat setelah adanya pergantian menteri. Padahal idealnya semua kementerian dan lembaga sama-sama bergerak cepat dan seirama.
Lebih lanjut, Riefky menyoroti pekerjaan rumah selanjutnya untuk kebijakan fiskal adalah transisi dari periode pandemi ke pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Undang-Undang No. 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 mengamanatkan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sudah kembali di bawah 3 persen pada 2023.
Menurutnya, hal itu bukanlah tugas yang mudah. Apalagi Indonesia masih harus mengeluarkan stimulus di tengah pandemi. Ditambah kondisi perpajakan belum membaik.
Oleh karena itu, tugas dari UU No. 2/2020 menjadi berat jika APBN kembali harus bekerja keras. Jalan terakhir agar bisa mencapainya adalah menaikkan pajak atau mengurangi stimulus secara drastis.
“Tentu hal ini kita kita mau. Karena kalau terjadi, pasti akan ada ketidakstabilan baik secara makro atau mikro. Cara yang paling mungkin adalah menangani pandemi dengan cepat. Jangan sampai pada 2021 dan 2022 ada room for error,” jelas Riefky.