Bisnis.com, JAKARTA - Flag carrier Negeri Jiran, Singapore Airlines, membukukan kerugian tahunan kedua berturut-turut sebesar S$4,27 miliar atau US$3,20 miliar atau sekitar Rp45,76 triliun.
Dikutip dari CNBC, Singapore Airlines mengatakan akan menerbitkan obligasi konversi senilai S$6,2 miliar untuk membantu mengatasi krisis virus Corona.
Kerugian selama 12 bulan yang berakhir pada 31 Maret lebih buruk daripada perkiraan rata-rata S$3,27 miliar oleh delapan analis, menurut Refinitiv.
Kerugian ini juga jauh lebih besar daripada kerugian tahunan S$212 juta pada 2019, ketika hanya satu kuartal yang terkena dampak pandemi.
Pendapatan tahunan turun 76,1 persen menjadi S$3,82 miliar pada tahun keuangan yang berakhir pada 31 Maret, dengan pendapatan kargo yang kuat tidak cukup untuk mengimbangi penurunan hampir 98 persen persen dalam jumlah penumpang.
Maskapai tersebut mengatakan, pihaknya memperkirakan kapasitas penumpang akan meningkat hingga 28 persen dari tingkat pra-pandemi pada Juni, tetapi sebagian besar disebabkan oleh permintaan angkutan yang kuat yang menopang jumlah penerbangan.
Baca Juga
Adapun, tingkat keterisian hanya terisi 13,4 persen dari total kursi penumpang di tahun keuangan yang berakhir 31 Maret.
Maskapai penerbangan, yang tidak memiliki pasar domestik, telah menjadi salah satu yang paling terpukul di dunia, bersama saingannya yang berbasis di Hong Kong, Cathay Pacific Airways.
Gelembung perjalanan atau travel bubble yang diusulkan antara Singapura dan Hong Kong yang akan dimulai pada 26 Mei ditunda untuk kedua kalinya pada hari Senin kemarin (18/5/2021) setelah kenaikan jumlah kasus Covid-19 baru-baru ini di Singapura.
"Krisis ini belum berakhir," kata Chairman Singapore Airlines Peter Seah dalam sebuah pernyataan, dikutip dari CNBC. "Sementara laju vaksinasi yang meningkat telah memberi kami harapan, gelombang baru infeksi di seluruh dunia berarti bahwa pembatasan perjalanan internasional sebagian besar tetap berlaku."
Seperti maskapai lain secara global, Singapore Airlines telah memangkas pekerjaan, menunda pengiriman pesawat, dan meningkatkan ekuitas serta pembiayaan utang untuk membantu mengatasi pandemi.
Maskapai tersebut mengatakan akan menerbitkan obligasi konversi wajib senilai S$6,2 miliar yang merupakan bagian opsional dari paket penyelamatan senilai S$15 miliar yang dipimpin oleh pemegang saham mayoritasnya, Temasek Holdings, tahun lalu.