Bisnis.com, JAKARTA – Meskipun Bank Indonesia mengeluarkan regulasi yang memungkinkan perbankan dengan non-performing loan (NPL) di bawah 5 persen bisa memberi kredit properti tanpa uang muka, para pengembang masih mengeluhkan sulitnya pengajuan kredit.
Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan perbankan masih sulit untuk memberikan kredit pemilikan rumah (KPR).
"Masih susah sekarang untuk dapat pengajuan kredit meskipun ada banyak stimulus," ujarnya kepada Bisnis pada Senin (10/5/2021).
Menurutnya, hal itu dikarenakan sejumlah filter yang dilakukan oleh perbankan. Namun, lanjutnya, yang paling utama saat ini yakni kebutuhan perpanjangan restrutkurisasi. Hingga saat ini, banyak perbankan yang enggan melakukan perpanjangan restrukturisasi.
"Jadi, banyak konsumen maupun developer yang meminta perpanjangan restrukturisasi tapi ditolak sehingga kolektabilitasnya jadi 5, sehingga mereka tidak bisa mengajukan permohonan kredit," ucapnya.
Dia menilai hal ini sangat berdampak perputaran ekonomi khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan juga pengembang yang berada di segmen menengah.
"Ekonomi sudah mulai naik, tapi mereka enggak bisa ngapa-ngapain karena kondisinya kreditnya macet. Banknya juga berdampak karena tidak bisa merealisasikan kredit. Tidak semua pengembang besar, kalau pengembang kreditnya macet dan tidak jalan juga berdampak pada pembayaran rumahnya," kata Totok.
Sekjen DPP REI Amran Nukman mengungkapkan di tengah pandemi, perbankan masih takut memberikan kredit kepada pekerja non-fixed income. Selain itu, kalangan perbankan membatasi pemberian kredit kepada pekerja fixed income di luar karyawan BUMN, ASN, TNI dan Polri.
Baca Juga : Ciputra World Property Online Expo 2021 Digelar |
---|
"Kami terus upayakan agar dalam waktu dekat perbankan mau memberikan kredit terutama KPR untuk non-fixed income dan pekerja fixed income selain BUMN, ASN, TNI, dan Polri," katanya.
Direktur PT Ciputra Development Tbk Harun Hajadi menuturkan perbankan selektif dalam memilih nasabah merupakan hal yang lumrah dan masih sangat wajar. Hal itu dalam rangka memitigasi resiko yang ada.
"Semua ada hitung-hitungannya. Dengan tingkat likuiditas yang tinggi saat ini, dan juga dengan NPL yang relatif rendah dari KPR, maka menurut saya bank masih akan mengucurkan KPR," ujarnya.