Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pacu Pertumbuhan Ekonomi, Filipina Cabut Moratorium Pertambangan

Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Rabu (13/4/2021) menandatangani EO 130, yang menyatakan bahwa moratorium perjanjian mineral di bawah perintah Aquino "dengan ini dicabut."
Kawasan kumuh di Tondo, Manila, Filipina./Antara/Reuters
Kawasan kumuh di Tondo, Manila, Filipina./Antara/Reuters

Bisnis.com, MANILA — Presiden Rodrigo Duterte telah mencabut moratorium hampir 9 tahun pada perjanjian pertambangan baru, yang menurutnya dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan penggerak infrastruktur multimiliar peso pemerintah.

Pendahulu Duterte yakni Benigno Aquino III pada 2012 mengeluarkan Perintah Eksekutif (Executive Order/EO) 79 yang menangguhkan aplikasi kontrak mineral di kawasan lindung, lahan pertanian utama, kawasan pengembangan pariwisata, dan tempat-tempat penting lainnya seperti ekosistem pulau, antara lain.

Duterte pada Rabu (13/4/2021) menandatangani EO 130, yang menyatakan bahwa moratorium perjanjian mineral di bawah perintah Aquino "dengan ini dicabut."

"Pemerintah dapat mengadakan perjanjian mineral baru, tunduk pada kepatuhan terhadap Undang-Undang Pertambangan Filipina tahun 1995 dan hukum, aturan, dan regulasi lain yang berlaku," seperti tertera pada EO Duterte seperti dikutip dari news.abs-cbn.com, Kamis (15/4/2021).

“Kementerian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam [Department of Environment and Natural Resources/DENR] dapat terus memberikan dan menerbitkan Izin Eksplorasi," tambah Presiden.

Dia mengarahkan badan tersebut untuk "merumuskan syarat dan ketentuan dalam perjanjian mineral baru yang akan memaksimalkan pendapatan pemerintah dan bagian dari produksi, termasuk kemungkinan mendeklarasikan daerah ini sebagai cadangan mineral untuk mendapatkan royalti yang sesuai."

"DENR juga akan melakukan peninjauan kontrak pertambangan yang ada dan kesepakatan untuk kemungkinan negosiasi ulang," katanya.

Negara itu telah memanfaatkan "kurang dari 5 persen dari sumber daya mineralnya sampai saat ini," kata Duterte.

Duterte mengatakan bahwa undang-undang reformasi perpajakan yang dia tandatangani pada 2017 melipatgandakan pajak atas mineral, produksi mineral, dan sumber daya penggalian menjadi 4 persen dari 2 persen.

“Selain mendatangkan manfaat ekonomi yang signifikan dalam negeri, industri pertambangan dapat mendukung berbagai proyek pemerintah, seperti program Bangun, Bangun, Bangun, dengan menyediakan bahan baku ... dan Program Balik Probinsya, Bagong Pag-asa dengan meningkatkan peluang kerja di pedesaan yang ada peluang pertambangan, "kata Presiden.

Pada 2018, Duterte mencabut moratorium 2 tahun untuk menyetujui izin eksplorasi pertambangan untuk membantu menentukan potensi beberapa prospek di Filipina, eksportir bijih nikel nomor 2 dunia.

Penambangan tetap menjadi masalah kontroversial di negara ini karena contoh kesalahan pengelolaan lingkungan pada masa lalu, dan hanya 3 persen dari 9 juta hektare yang diidentifikasi oleh negara sebagai lahan memiliki cadangan mineral yang tinggi yang ditambang.

Filipina adalah pemasok bijih nikel terbesar kedua ke China, setelah Indonesia, yang digunakan China untuk memproduksi baja tahan karat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Zufrizal
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper