Bisnis.com, JAKARTA -- Goldman Sachs Group Inc. dan PineBridge Investments Asia Ltd. memperkirakan rupiah akan terus mengalami tekanan karena faktor eksternal. Kajian mereka dianggap tak mendasar dan sepihak.
Goldman Sachs Group Inc. menilai kenaikan hasil obligasi Amerika Serikat dan penguatan dolar akan terus merugikan aset Indonesia dalam waktu dekat. Sementara, PineBridge Investments Asia Ltd. memprediksi mata uang Tanah Air akan terus merosot karena risiko perdagangan global.
VP Economist Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa kajian dua lembaga tersebut bisa menjadi kenyataan apabila masih mengacu pada kondisi 2013.
Saat itu, Indonesia dikategorikan sebagai fragile five atau negara yang memiliki defisit transaksi berjalan yang cukup besar terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Tapi dengan kondisi pertumbuhan Indonesia 2020, meskipun pertumbuhan ekonominya menurun dan rasio utang meningkat, tapi kita masih jauh lebih manageable [mudah diatur],” katanya saat dihubungi, Selasa (13/4/2021).
Josua menjelaskan bahwa jika kondisi tidak mudah diatur, Fitch Rating tidak akan mengafirmasi kembali peringkat Indonesia ke nilai BBB atau layak dijadikan tempat berinvestasi.
Oleh karena itu, perkiraan Goldman dan PineBridge dianggap cuma sepihak dan tidak mendasar. Mereka tidak melihat faktor-faktor yang lebih dalam lagi.
“Karena saya pikir mereka belum mengetahui kondisi fundamental Indonesia yang sebenarnya. Itu kekurangan dari lembaga asing hanya menilai dari luar dan data-data dari makro saja,” jelasnya.