Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Grocery Market RI Diprediksi Rp2.456 Triliun, Terbesar Ke-13 di Dunia

Indonesia juga diproyeksikan menjadi pasar grosir terbesar keempat di Asia pada 2022—setelah China, India, dan Jepang pada tahun depan.
Ilustrasi belanja online. - istimewa
Ilustrasi belanja online. - istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — IGD Asia-Pasifik memprediksi pasar serba ada di Indonesia bernilai US$169,4 miliar atau setara dengan Rp2.456 triliun (kurs Rp14.500/US$) pada 2022—naik dari US$140,2 miliar pada 2019.

Tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 5,2 persen selama dua tahun, seperti yang diperkirakan oleh firma riset IGD, akan menjadikan Indonesia sebagai pasar grosir terbesar ke-13 di dunia.

Indonesia juga diproyeksikan menjadi pasar serba ada (grocery market) terbesar keempat di Asia pada 2022—setelah China, India, dan Jepang.

Namun, pengecer tradisional diperkirakan makin terjepit terhadap toko serba ada karena toserba akan meningkatkan pangsa pasar mereka dari 8,6 persen pada 2020 menjadi 9,3 persen pada 2022. Ritel grosir daring juga akan berkembang dari 0,3 persen pada 2020 menjadi 0,5 persen pada 2022.

Kepala IGD Asia-Pasifik Nick Miles mengatakan, "Pengecer dan perusahaan teknologi termasuk Alibaba telah mengakui peluang tersebut, mengikuti pembatasan mobilitas yang dibuat oleh Covid-19.

"Kemunculan dan pertumbuhan saluran ini akan didukung oleh peningkatan penetrasi ponsel pintar dan pemulihan daya beli di antara populasi," ujarnya seperti dkutip dari www.businesstimes.com.sg, Senin (22/3/2021)

Supermarket dan hipermarket juga dapat terkena dampak Covid-19, terutama yang berada di pusat perbelanjaan.

Lembaga riset pasar Neurosensum memproyeksikan bahwa 48 persen konsumen Indonesia akan membeli bahan makanan secara daring pada Ramadan 2021 (dari pertengahan April hingga Mei), dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu, 33 persen lebih banyak konsumen akan membeli barang nonbahan makanan secara daring.

Secara keseluruhan, pangsa penjualan daring diperkirakan meningkat menjadi 37 persen pada Ramadan tahun ini dari 33 persen pada 2020. Hal itu terjadi bahkan ketika perusahaan memperkirakan pengeluaran Ramadan turun 0,4 persen tahun ke tahun pada 2021, terseret oleh kelompok berpenghasilan menengah dan rendah.

Produk-produk seperti minuman beralkohol dan manis, kosmetik, serta pakaian jadi diperkirakan mengalami penurunan penjualan, sedangkan suplemen kesehatan, layanan telekomunikasi, dan hiburan rumah adalah beberapa segmen yang diperkirakan akan meningkat dari tahun ke tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Zufrizal
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper