Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mendag Bongkar Alasan Rencana Impor Beras, Ini Penyebabnya

Stok cadangan beras pemerintah yang menipis menjadi alasan rencana impor beras di Indonesia. Bagaimana stok beras sebenarnya?
Pemerintah berencana untuk melakukan impor beras. Pekerja berada di gudang Bulog di Jakarta.Bisnis/Nurul Hidayat
Pemerintah berencana untuk melakukan impor beras. Pekerja berada di gudang Bulog di Jakarta.Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA -- Kondisi stok cadangan beras pemerintah (CBP) kelolaan Perum Bulog menjadi alasan utama mengemukanya rencana impor beras 1 juta ton.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menjelaskan stok CBP Bulog telah berada di bawah level psikologisnya dan berpotensi menyentuh angka terendah dalam sejarah jika seluruh beras eks-impor 2018 mengalami penurunan mutu.

Berdasarkan data yang dia terima, saat ini stok CBP yang dikelola Perum Bulog berkisar di angka 800.000 ton. Namun sekitar 300.000 ton dari stok tersebut merupakan beras sisa impor yang dilakukan pada 2018 silam dan berpotensi mengalami penurunan mutu dan tidak bisa dilepas ke pasar.

Dengan demikian, dia mengestimasi stok CBP yang layak dan aman untuk disalurkan hanya tersisa 500.000 ton, padahal stok aman yang telah disepakati pemerintah untuk menjaga stabilitas harga di pasar adalah 1 juta ton. Di samping itu, Perum Bulog juga memiliki kewajiban untuk operasi pasar yang kebutuhan per bulannya mencapai 80.000 ton atau hampir 1 juta ton setahun.

“Jadi stok Bulog yang kira-kira 800.000 ton dikurangi dengan stok impor 2018 300.000, stok Bulog hanya, mungkin tidak mencapai 500.000 ton. Ini adalah salah satu kondisi stok terendah dalam sejarah Bulog,” kata Lutfi dalam konferensi pers, Jumat (19/3/2021).

Data Perum Bulog per 14 Maret menunjukkan masih ada 275.811 ton beras sisa impor 2018 yang masih tersisa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 106.642 ton di antaranya telah dinyatakan turun mutu. Bulog menargetkan dapat menyalurkan beras sisa impor sebanyak 41.365 ton pada 2021.

Selain stok CBP yang riskan, Lutfi mengatakan penyerapan CBP agar sampai di posisi aman belum maksimal lantaran Perum Bulog terikat dengan kriteria yang diatur dalam regulasi pemerintah. Salah satu kriteria tersebut mensyaratkan kadar air atau kekeringan gabah pada angka tertentu. Sehingga saat kondisi gabah cenderung basah akibat musim hujan, penyerapan gabah atau beras oleh Bulog terbatas.

“Kalau pengadaan Bulog dalam masa panen ini berjalan baik, saya tidak ada masalah. Saya tidak impor. Selama Bulog punya stok 1 juta ton. Tetapi yang saya lihat di lapangan, hari ini Maret ini hampir habis, Bulog baru bisa serap 85.000 ton GKP petani. Kenapa? Ini bukan salah Bulog karena mereka saat membeli GKP diaur dengan syarat-syarat tertentu, salah satunya adalah masalah tingkat kekeringan,” jelasnya.

Lutfi mengatakan idealnya Perum Bulog sudah bisa menyerap 400.000 sampai 500.000 ton saat ini untuk menjaga stok di atas 1 juta ton. Meski demikian, sampai awal musim panen per awal Maret, realisasi pengadaan dalam negeri Bulog dia sebut masih di bawah 100.000 ton.

“Jadi di sini, sampai Maret hanya 85.000 yang terserap, sedangkan di bayangan saya mereka seharusnya bisa menyerap paling tidak 400.000 sampai 500.000 ton hari ini. Jadi karena situasinya seperti itu, ini adalah situasi yang dinamis,” lanjut Lutfi.

Ketentuan penyerapan beras oleh Perum Bulog diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 24/2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah atau Beras. Dalam rangka pengadaan beras dengan fungsi CBP alias iron stock, Perum Bulog hanya bisa membeli GKP dengan kadar air maksimal 25 persen dengan harga Rp4.200 per kg di tingkat petani.

Sementara untuk beras harus memenuhi kriteria kadar air paling tinggi 14 persen, butir patah paling tinggi 20 persen, kadar menir paling tinggi 2 persen, dan derajat sosoh paling sedikit 95 persen dengan harga Rp8.300 per kg.

Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaluddin Iqbal menjelaskan bahwa penyerapan beras untuk CBP sejatinya mengacu pada Instruksi Presiden No. 5/2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah dan Permendag No. 24/2020. Sedangkan untuk penyerapan gabah atau beras di luar kualitas dia sebut tetap bisa dilakukan Perum Bulog, tetapi masuk dalam stok beras komersial.

“Jika skemanya di luar CBP sebagaimana diatur regulasi, maka masuknya beras komersial. Hal ini dimungkinkan, tetapi sesuai kebutuhan penjualan. Tidak bisa seperti CBP yang harus sebanyak-banyaknya,” kata Iqbal, Kamis (19/3/2021).

Sampai 19 Maret 2021, realisasi pengadaan Perum Bulog berada di angka 121.090 ton. Dari jumlah tersebut, Iqbal menyebutkan 30 persen di antaranya merupakan beras komersial sementara sisanya untuk CBP. Perum Bulog menargetkan dapat menyerap beras dengan volume sebesar 390.800 ton pada Maret–April 2021. Target sampai Mei diharapkan mencapai 500.000 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper