Bisnis.com, JAKARTA — Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) Pejompongan I di Jakarta Pusat, dicatat sebagai tonggak sejarah pengembangan sistem penyediaan air minum di Indonesia.
Pembangunannya didorong oleh kebutuhan air yang sangat mendesak bagi warga Jakarta yang saat itu jumlahnya meningkat pesat.
Kapasitas pelayanan yang ada dari mata air Ciburial dengan kapasitas 500 liter/detik yang dibangun pada zaman kolonial dinilai tidak akan mencukupi lagi.
Seperti dikutip dari akun resmi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat @KemenPU, Jumat (12/3/2021) Pembangunan IPA Pejompongan dengan kapasitas 2000 liter/detik dimulai secara resmi tanggal 23 Desember 1953 dan mulai mengalirkan produksinya pada tahun 1957.
Angka investasinya sebesar Rp70 juta dan pengerjaannya memakan waktu 2,5 tahun dengan melibatkan 1.000 tenaga kerja. Seluruh bahan instalasi, termasuk pipa transmisi dan distribusi didatangkan dari Prancis.
Sesungguhnya, sejarah pengembangan air minum dan penyehatan lingkungan di negeri ini dimulai pada era pemerintahan kolonial Belanda.
Pada waktu itu, seperti dikutip http://ciptakarya.pu.go.id/ dari Buku Sejarah Air Minum, prasarana air minum dan sanitasi dibangun lebih sebagai usaha untuk memberikan pelayanan terhadap warga Belanda dan kaum bangsawan.
Pengembangan prasarana drainase seperti pembangunan banjir kanal dilakukan pemerintah kolonial karena dampak yang akan ditimbulkan, bila banjir, misalnya, skalanya luas.
Pada era pemerintahan Belanda lah, kita memiliki modal dasar untuk mengembangkan prasarana air minum dan penyehatan lingkungan.
Pemerintah kala itu membangun sejumlah instalasi air minum perpipaan. Sistem pengolahan limbah terpadu pun sudah dikenal pada masa itu.
Peninggalan instalasi air minum itu pada saat ini menjadi aset bagi banyak PDAM di seluruh Indonesia.
Konsep perpipaan dalam hal penyehatan lingkungan ini yang kemudian dikembangkan pada era 1990-an seperti Yogyakarta Urban Development Project, Surakarta Urban Development Project, Bandung Urban Development Project, Cirebon Urban Development Project, dan Banjarmasin Urban Development Project.
Pada era pasca-kemerdekaan, kebijakan pemerintah di bidang air minum hanya sebatas di ibu kota provinsi. Maklum, kondisi keuangan negara usai revolusi fisik memang sangat minim.
Pengembangan perkembangan fisik prasarana air minum memang tidak menonjol, kecuali mampu membangun instalasi air minum di Pejompongan, Jakarta.
Pada era itu juga ide tentang kemungkinan bidang air minum ditangani perusahaan negara, mirip Perusahaan Listrik Negara (PLN) pernah terlontar. Ini menandakan kepedulian pemerintah pada waktu itu terhadap bidang air minum sangat tinggi.