Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Perpanjang MoU Impor Beras Thailand, Pasokan Ketat?

Thailand tercatat telah mengekspor 925.000 ton beras ke Indonesia dalam skema G-to-G selama periode 2012 sampai 2016.
Pekerja berada di gudang Bulog di Jakarta, Rabu (2/9/2020). Bisnis/Nurul Hidayat
Pekerja berada di gudang Bulog di Jakarta, Rabu (2/9/2020). Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia dan Thailand bakal menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding pada penghujung Maret ini guna mengakomodasi kemudahan impor beras medium yang dimandatkan kepada Perum Bulog (Persero).

Meski demikian, kehadiran kesepakatan ini dipandang bukan jaminan realisasi impor akan dilakukan dalam waktu dekat. 

Wakil Menteri Perdagangan periode 2011–2014 Bayu Krisnamurthi menjelaskan kehadiran kesepakatan dalam perdagangan beras yang dilakukan Indonesia merupakan hal yang lumrah dan bukan kali pertama terjadi. Dia mencatat Indonesia pernah menyepakati hal serupa dengan sejumlah negara eksportir beras seperti Vietnam dan Thailand.

“Ini bukan kali pertama dan sebelumnya juga ada MoU dengan Vietnam dan Thailand. Usianya lebih dari 10 tahun. Perpanjangan pun bersifat lumrah,” kata Bayu saat dihubungi, Kamis (11/3/2021).

Bayu mengatakan kehadiran MoU dalam perdagangan beras menjadi penting sebagai jaminan pasokan jika Indonesia memerlukan tambahan stok lewat pengadaan luar negeri. Nota kesepahaman pun memungkinkan perdagangan terjadi lewat skema government to government (G-to-G).

“Selain itu dengan kehadiran MoU kita menjadi negara yang mendapat perhatian dan kemudahan. Dalam kata lain Indonesia menjadi prioritas karena selama ini impor pemerintah untuk beras dilakukan dalam jumlah besar,” paparnya.

Importasi beras yang dilakukan lewat pemerintah pun pada umumnya harus memenuhi kriteria tertentu, seperti tingkat kepecahan beras yang harus berada di kisaran 5–25 persen atau setara kualitas medium. Bayu mengatakan tidak semua pemasok bisa memenuhi kebutuhan tersebut sehingga kehadiran MoU bisa memberi jaminan.

Selain itu, pengapalan untuk beras pemerintah pun umumnya dilakukan dengan pengaturan khusus. Misalnya dikirim ke pelabuhan di luar Pulau Jawa untuk langsung memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah destinasi.

“Misal pada kasus impor untuk Raskin, terkadang dari eksportir di Vietnam dan Thailand harus menurunkan mutu agar bisa memenuhi kriteria,” lanjutnya.

Kehadiran MoU pun dia nilai bukan jaminan realisasi impor dapat terjadi dalam waktu dekat. Proses penugasan resmi sampai pengapalan dia perkirakan membutuhkan waktu setidaknya dua bulan.

Sejauh ini, pemerintah pun belum secara tertulis memberi tugas impor kepada Bulog dan Pemerintah Thailand menyebutkan penandatanganan MoU rencananya digelar pada pekan terakhir Maret menurut pemberitaan Bangkok Post

“Jadi MoU ini tetap ada terlepas dari ada tidaknya realisasi impor,” kata Bayu.

Bayu berpendapat alokasi impor 1 juta ton yang disiapkan pemerintah untuk 2021 tidak berlebihan selama dilakukan sebagai langkah antisipasi pasokan yang aman dan harga yang stabil.

Sebagaimana diketahui, beras menjadi salah satu komoditas dengan pasar yang ketat di level global. Data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) memperkirakan total produksi beras global mencapai 503,16 juta ton untuk periode 2020/2021, tetapi volume yang diperdagangkan hanya 45,61 juta ton atau kurang dari 10 persen.

“Kita pernah mengalami pengalaman keputusan impor yang telat, inflasi terjadi dan masyarakat kesulitan dan justru berakhir saling menyalahkan. Jadi ini lebih ke langkah antisipasi,” ujar dia.

Sebagaimana diwartakan Bangkok Post, Menteri Perdagangan Thailand Jurin Laksanawisit menyatakan MoU akan mengakomodasi penjualan beras ke Indonesia sebanyak 1 juta ton dalam setahun untuk durasi 4 tahun. Tetapi, penjualan beras ini juga akan mempertimbangkan kondisi produksi di kedua negara dan harga beras dunia.

Thailand tercatat telah mengekspor 925.000 ton beras ke Indonesia dalam skema G-to-G selama periode 2012 sampai 2016. Sementara ekspor beras yang mencapai 89.406 ton pada 2020 masuk dalam skema perdagangan umum atau business to business (B-to-B).

Negara Gajah Putih juga tengah menjajaki skema perdagangan beras G-to-G dengan Bangladesh dengan volume 1 juta ton untuk beras putih dan setengah matang. 

Posisi baht yang kuat membuat harga beras Thailand cenderung lebih tinggi dari pada harga negara produsen lain. Data dari Thai Rice Exporters Association menunjukkan bahwa harga beras putih 5 persen Thailand kini berada di posisi US$526 per ton, lebih tinggi dibandingkan dengan beras sejenis dari Vietnam yang berada di posisi US$503–507 per ton atau beras India yang berada di kisaran US$408–412 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper