Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sempat Ada Perpres Investasi Miras, Seberapa Besar Pasarnya?

Ternyata kue pasar minuman mengandung alkohol di dalam negeri sangat kecil. Pun utilitas pabrik masih sangat cukup untuk memfasilitasi perkembangan permintaan.
Karyawati menata produk minuman beralkohol di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (27/7)./Jibi-Dwi Prasetya
Karyawati menata produk minuman beralkohol di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (27/7)./Jibi-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia sempat dibuat heboh dengan kebijakan pemerintah yang mengeluarkan industri minuman keras dari kategori bidang usaha tertutup, menjadi daftar positif investasi (PDI) sejak tahun ini.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Regulasi ini merupakan turunan dari UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja.

Pemerintah mengatur empat klasifikasi miras yang masuk daftar bidang usaha dengan sejumlah persyaratan. Pertama, industri minuman keras mengandung alkohol. Kedua, minuman keras mengandung alkohol berbahan anggur.

Dua kategori untuk penanaman modal baru hanya dapat dilakukan di Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan kearifan lokal. Penaman modal tersebut ditetapkan oleh BPKM berdasarkan usulan gubernur.

Ketiga, perdagangan eceran minuman keras dan beralkohol.

Keempat, perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol. Adapun, jaringan distribusi dan tempat penjualan miras harus disediakan secara khusus.

Namun kemudian kebijakan itu menuai protes dari berbagai kalangan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun kemudian mencabut lampiran Perpres No.10/2021 terkait pembukaan investasi baru bagi industri minuman yang mengandung alkohol (minol).

Jokowi menyatakan keputusan itu dilakukan setelah pemerintah menerima masukan dari ulama-ulama seperti dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah serta ormas-ormas lainnya serta para tokoh agama.

Sementara itu dari sisi konsumsi, ternyata industri minol di Indonesia terbilang sangat rendah dan bahkan terkecil di Asia. Berdasarkan Balitbangkes dari total penduduk Indonesia hanya ada 2 persen yang menjadi konsumen minol. Angka itu setara dengan 1 mililiter per satu orang penduduk.

Plt. Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian Edy Sutopo juga mengatakan bahwa produksi minol pada 2016 sebesar 283,9 juta liter dan hanya meningkat sekitar 9 persen dalam tiga tahun menjadi 315,41 juta liter pada 2019.

Rerata utilisasi pabrikan minol pada 2019 pun masih rendah, atau hanya pada level 51 persen. Artinya, tanpa investasi baru kapasitas industri masih bisa ditingkatkan untuk memenuhi bila ada kenaikan permintaan.

"Sebenarnya utilisasi yang ada masih bisa dioptimalkan untuk memenuhi perkembangan permintaan beberapa tahun ke depan," katanya kepada Bisnis, Selasa (2/3/2021).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper