Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menargetkan sebanyak satu juta pelanggan listrik akan terpasang smart meter pada 2022.
Sebagai pengganti meter listrik konvensional, pemasangan ini merupakan bagian dari pembangunan jaringan tenaga listrik atau smart grid guna meningkatkan pengawasan, mutu, dan keandalan sistem kelistrikan.
Smart grid diyakni mampu membuat sistem tenaga listrik secara optimal dan efisien dengan memanfaatkan interaksi dua arah baik antara produsen listrik dengan konsumen.
"Ruang lingkup Smart Grid luas sekali. Mulai dari pembangkit dan automasi sistem transmisi, integrasi pembangkit terbarukan dan automasi sistem distribusi, hingga pemanfaatan dan pembangkitan mandiri," ujar Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Wanhar mengutip definisi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknoogi (BPPT) dalam Webinar Smart Grid, Selasa (9/2/2020).
Keberadaan smart grid, sambung Wanhar seperti dikutip dari lama Kementerian ESDM Rabi (10/2/2021), mampu membuat konsumen menjadi produsen (prosumer). Misalnya, pelanggan yang memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di rumah dapat mengirim tenaga listrik ke sistem PT PLN (Persero) dan tetap bisa memakai listrik dari PLN.
Implementasi smart grid sendiri sudah dirintis oleh BPPT sejak tahun 2013 di Sumba, Nusa Tenggara Timur dengan skala kecil (Smart Micro Grid).
Pembangunan tersebut merupakan hasil integrasi antara Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), PLTS dan baterai, serta Jaringan Tegangan Menengah (JTM) 20 kV.