Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kaget! UMKM Wajib Bayar Pesangon hingga Buka Investasi Asing

Pelaku UMKM mengkritisi sejumlah kewajiban dalam UU Cipta Kerja yang dinilai memberatkan dan bersifat kontraproduktif.
Pengrajin menyelesaikan pembuatan alas sepatu di Jakarta, Jumat (17/1). Bisnis/Abdullah Azzam
Pengrajin menyelesaikan pembuatan alas sepatu di Jakarta, Jumat (17/1). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Aturan turunan UU Cipta Kerja dinilai belum akomodatif bagi kalangan pelaku UMKM yang mendapat pukulan telak pada 2020 akibat dampak pandemi Covid-19.

Berdasarkan data Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) yang diperoleh Bisnis.com, Kamis (21/1/2021), dari segi transaksi penurunan yang dialami oleh sektor UMKM nyaris mencapai 50 persen secara tahunan dengan nilai lebih dari Rp4,2 triliun.

Ketua Umum Akumindo Ikhsan Ingratubun mengatakan penurunan juga dialami dari segi kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 23 persen secara tahunan dari 60,3 persen menjadi 37,3 persen; jumlah UMKM sebesar 46 persen secara tahunan dari 63 juta menjadi 34 juta unit; serta jumlah tenaga kerja yang menurun 23 persen secara tahunan.

Lebih jauh, tahun lalu Akumindo juga mencatat terjadi penutupan usaha dari kurang lebih 50 persen dari total unit UMKM di tanah air, ditambah dengan 7 juta karyawan kehilangan pekerjaan, serta penurunan omzet penjualan yang mencapai 80–85 persen.

"Secara sektoral, sektor pariwisata menjadi yang terdampak paling parah. Sebanyak 75 persen pelaku usaha di sektor tersebut terdampak oleh pandemi, disusul oleh sektor fesyen dan kecantikan sebanyak 60 persen, kerajinan tangan 85 persen, serta kuliner resto dan rumah makan sebesar 45 persen," kata Ikhsan.

Adapun, pelaku UMKM melihat perumusan Peraturan Pemerintah belum sepenuhnya menampung aspirasi Usaha Mikro Kecil, bahkan dalam beberapa hal justru bersifat kontra produktif. Berikut poin-poin penting yang menjadi perhatian sektor UMKM Tanah Air:

1. Kewajiban bagi usaha kecil dan mikro untuk membayar pesangon kepada karyawan dengan besaran yang hingga saat ini belum jelas hitungannya.

Pelaku usaha meminta kepastian bahwa pesangon bukan merupakan kewajiban bagi usaha mikro dan kecil, melainkan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja. Demikian juga mengenai besaran upah juga didasarkan atas kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja.

Pasalnya, usaha mikro dan kecil sudah pasti tidak akan mampu mengikuti peraturan yang berlaku bagi usaha menengah dan besar. Pelaku usaha UMKM meminta agar Menteri Tenaga Kerja bersedia untuk berdialog.

2. Usaha Mikro dan Kecil diberi kemudahan/penyederhanaan administrasi perpajakan dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Insentif perpajakan tersebut seharusnya ditingkatkan batasan atasnya yang saat ini dikenakan pajak final 0,5 persen untuk peredaran tahunan sebesar maksimal Rp4,8 miliar.

Besaran ini dinilai sudah tidak relevan lagi karena sudah bertahun-tahun belum dilakukan penyesuaian. Hal yang sangat memprihatinkan, dalam draf RPP tentang Koperasi dan UMKM besaran peredaran tahunan ini diturunkan menjadi Rp2 miliar, hal ini tentu bertolak belakang dengan tujuan dari UU Ciptaker yang bertujuan memberikan keringanan dan kemudahan bagi usaha kecil dan mikro.

Pelaku UMKM yang tergabung dalam Komisi Nasional Usaha Kecil dan Menengah (Komnas UKM) mengusulkan agar batas ambang atas ditingkatkan menjadi peredaran usaha paling banyak Rp7,5 miliar per tahun, dengan mempertimbangkan tingkat inflasi suku bunga dan perkembangan ekonomi selama ini.

3. Jangka waktunya juga tidak dibatasi 3–7 tahun sesuai dengan bentuk badan usahanya. Seharusnya, jangka waktu tidak dibatasi. Selama masih berstatus usaha mikro dan kecil, maka ketentuan perpajakan tersebut seharusnya tetap berlaku.

4. Sektor usaha seharusnya juga tidak dibatasi hanya sektor tertentu, seharusnya selama kriterianya memenuhi kriteria usaha mikro kecil maka tetap memperoleh perlakuan yang sama. Kriteria usaha mikro, usaha kecil, dan menengah harus sederhana. Batas peredaran tahunan sampai Rp15 miliar untuk usaha kecil.

5. Berkenaan dengan investasi, seyogyanya usaha kecil dan menengah mendapatkan perlindungan dari persaingan dengan usaha skala besar dan usaha asing. Saat ini investasi di atas Rp10 miliar terbuka oleh asing. Hal ini dinilai merugikan bagi usaha kecil dan menengah.

Komnas UKM mengusulkan agar besaran Rp10 miliar tersebut ditingkatkan paling tidak Rp25 miliar, dengan pengecualian diperbolehkan di bawah Rp25 miliar tetapi wajib bermitra dengan usaha kecil.

6. Demikian juga sektor-sektor seharusnya tidak dibuka terlalu lebar bagi usaha asing, sektor restoran kecil, kedai minuman, akomodasi harian hotel/penginapan kecil dan akomodasi harian seharusnya jangan dibuka untuk usaha besar dan asing.

Komnas UKM meminta agar pejabat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) lebih terbuka dalam soal perlindungan investasi bagi UKM serta berkenan berdialog dengan pelaku usaha.

7. Komnas UKM juga meminta agar asosiasi-asosiasi usaha mikro, kecil dan menengah dari berbagai sektor ekonomi dapat dilibatkan dalam setiap perumusan kebijakan dan program-program pemerintah agar aspirasi UMKM dapat ditampung sesuai dengan permasalahan riil di lapangan.

8. Komnas UKM mendukung sepenuhnya perizinan yang lebih disederhanakan bagi usaha mikro dan kecil dengan misalnya hanya bersifat pendaftaran bagi usaha mikro dan kecil tentu dengan tetap memperhitungkan faktor resiko usaha.

9. Beban biaya dan pungutan minta diringankan, seperti misalnya sertifikasi halal. Kewajiban sertifikasi halal bagi usaha kecil untuk semua jenis barang/produk tentu sangat memberatkan bagi usaha mikro kecil. Demikian juga dengan sanksi yang dikenakan kepada pelaku usaha yang melakukan kemitraan haruslah wajar, jangan sampai menghambat keinginan pelaku usaha untuk bermitra.

10. Komnas UKM meminta agar koperasi dapat diberikan kemudahan berusaha secara khusus dan didukung dengan fasilitas pembiayaan yang konkret, bukan sekedar normatif. Demikian juga perlu adanya alokasi sumber pembiayaan yang jelas bagi koperasi usaha mikro, kecil dan menengah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmad Fauzan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper