Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Harmonisasi Regulasi Jamsostek, Ini PR Besarnya

OPSI menilai pengawasan terhadap pelaksanaan regulasi jaminan sosial ketenagakerjaan yang seharusnya dijalankan oleh Kantor Staf Presidenan (KSP) belum berjalan dengan baik.
Pekerja melinting rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT), Megawon, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (11/12/2020). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Pekerja melinting rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT), Megawon, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (11/12/2020). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA – Harmonisasi sejumlah aturan terkait dengan jaminan sosial ketenagakerjaan yang akan dilakukan oleh pemerintah tahun ini diharapkan juga diiringi dengan adanya pengawasan ketat dalam implementasinya.

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menilai selama ini pengawasan terhadap pelaksanaan regulasi jaminan sosial ketenagakerjaan yang seharusnya dijalankan oleh Kantor Staf Presidenan (KSP) belum berjalan dengan baik.

"KSP harusnya benar-benar bisa mempercepat penyelesaian aturan-aturan turunan yang sifatnya operasional serta melakukan pengawasan dari sisi implementasi. Dengan demikian, dari hulu ke hilir regulasinya bisa berjalan," ujar Timboel kepada Bisnis, Senin (18/1/2021).

Dia mencatat terdapat sejumlah aturan terkait dengan jaminan sosial ketenagakerjaan yang bermasalah, di antaranya Peraturan Pemerintah No. 45/2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 45/2015 tersebut, dilakukan evaluasi paling singkat 3 tahun terhadap besaran jaminan pensiun dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan perhitungan kecukupan kewajiban aktuaria.

Adapun, hasil evaluasi tersebut digunakan sebagai dasar untuk penyesuaian kenaikan besaran iuran secara bertahap menuju 8 persen. Dengan demikian, lanjut Timboel, amanat Peraturan Pemerintah No. 45/2015 tidak dijalankan.

Selain regulasi itu, implementasi Peraturan Pemerintah No. 82/2019 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian juga dinilai tidak berjalan dan terawasi dengan baik.

Dalam Pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 82/2019, pekerja berhak mendapatkan santunan berupa beasiswa pendidikan bagi anak dari peserta yang meninggal dunia atau cacat total tetap akibat kecelakaan kerja.

Namun, OPSI mencatat terdapat 100 anak yang sampai sekarang belum dapat beasiswa sebagaimana amanat dari Peraturan Pemerintah No. 82/2019. Aturan turunan dari peraturan tersebut, sambung Timboel, juga tidak diselesaikan oleh pemerintah sehingga membuat anak-anak pekerja yang meninggal dunia atau cacat total tidak mendapatkan beasiswa.

"Ini persoalan implementasi sebenarnya. Harus ada political will untuk menjalankan aturan sehingga bisa menjamin kesejahteraan pekerja yang juga berpengaruh kepada kemampuan ekonomi masyarakat," jelasnya.

Dia berharap KSP bisa mengawasi proses penyelesaian aturan-aturan turunan yang bersifat operasional sekaligus implementasinya sehingga regulasi yang ada bisa berjalan dari hulu ke hilir.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper