Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APBN 2020 Defisit Rp956,2 Triliun, BKF Bilang Relatif Kecil dari Negara Lain

BKF menilai defisit APBN 2020 masih relatif lebih kecil dibanding banyak negara Asean maupun G20. Defisit Malaysia tercatat minus 6,5 persen dari PDB, Filipina minus 8,1 persen, India minus 13,1 persen, Jerman minus 8,2 persen, dan Perancis minus 10,8 persen.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacariburn
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacariburn

Bisnis.com, JAKARTA - Realisasi sementara pendapatan negara 2020 mengalami tekanan yang cukup, yaitu Rp1.633,6 triliun, turun 16,7 persen dibanding tahun sebelumnya. Jika dilihat dari targetnya, ini setara dengan 96,1 persen dari ketentuan Peraturan Presiden (Perpres) 72/2020.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan bahwa realisasi ini cukup menggembirakan di tengah aktivitas perekonomian yang terganggu secara luar biasa. Selain karena ekonomi lesu, pendapatan negara menurun karena pemberian stimulus fiskal perpajakan untuk membantu dunia usaha dan masyarakat yang terdampak Covid-19.

Di tengah pendapatan negara yang tertekan, realisasi belanja negara sepanjang 2020 ditutup dengan tumbuh sangat tinggi, yaitu Rp2.589,9 triliun, naik 12,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya (yoy). Serapannya 94,6 persen dari Perpres 72/2020.

Hasil dari kondisi pendapatan dan belanja negara ini menyebabkan defisit APBN sebesar Rp956,3 triliun atau minus 6,09 persen dari produk domestik bruto (PDB). Realisasi ini lebih baik daripada asumsi minus 6,34 persen di Perpres 72/2020.

Defisit sementara ini, tambah Febrio, masih relatif lebih kecil dibanding banyak negara Asean maupun G20. Defisit Malaysia tercatat minus 6,5 persen dari PDB, Filipina minus 8,1 persen, India minus 13,1 persen, Jerman minus 8,2 persen, Perancis minus 10,8 persen, dan Amerika Serikat minus 18,7 persen.

“Meskipun relatif kecil dibandingkan negara-negara lain, APBN Indonesia telah bekerja secara optimal sebagai instrumen kebijakan countercyclical di masa pandemi.” katanya melalui pers rilis, Senin (11/1/2021).

Febrio menjelaskan bahwa eskalasi belanja yang cukup besar digunakan untuk menahan dampak negatif gangguan kesehatan, melindungi konsumsi dasar masyarakat miskin dan rentan, serta mendukung kegiatan usaha terutama UMKM

Belanja bantuan sosial (bansos) difokuskan untuk menjaga daya beli masyarakat dengan membantu konsumsi masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai program bantuan sosial antara lain PKH, Bantuan Sembako, dan Bansos Tunai.

Sementara dukungan UMKM dilakukan dalam bentuk subsidi bunga UMKM, penjaminan kredit UMKM, dan bantuan presiden pelaku usaha mikro.

Berbagai program tersebut tambah Febrio sangat penting untuk bantalan bagi UMKM untuk tetap bertahan dan membantu memfasilitasi proses transisi ketenagakerjaan dari sektor formal ke sektor informal selama masa pandemi. Dengan disalurkannya program-program ini pada 2020, belanja bantuan sosial tumbuh sangat tinggi mencapai 82,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

“Tingginya realisasi belanja bantuan sosial di tahun 2020 adalah bukti bahwa APBN ditujukan untuk melindungi konsumsi masyarakat miskin dan rentan di masa pandemi,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper