Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Larangan Subsidi Ikan WTO Ditunda, Terganjal China dan India

Negara-negara seperti China dan India menunggu untuk mendapatkan pengecualian. Perundingan ini telah terhalang pembatasan akibat Covid-19 dan perubahan administrasi pertemuan di Amerika Serikat (AS).
 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)./Istimewa
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengumumkan tidak akan mencapai kesepakatan larangan subsidi yang mengancam keberlanjutan penangkapan ikan global pada tahun ini.

Pasalnya, negara-negara seperti China dan India menunggu untuk mendapatkan pengecualian. Perundingan ini telah terhalang pembatasan akibat Covid-19 dan perubahan administrasi pertemuan di Amerika Serikat (AS).

China, produsen ikan terbesar di dunia, berpendapat bahwa mereka bergantung pada penangkapan ikan di laut lepas untuk memberi makan 1,4 miliar penduduknya dan bahwa larangan menyeluruh atas subsidi tidak masuk akal.

WTO mencatat secara global, jumlah subsidi tersebut diperkirakan mencapai US$14 miliar hingga US$54 miliar per tahun. Pada 2018, China menggelontorkan US$7,2 miliar untuk mendukung penangkapan ikan terhitung 21 persen dari total subsidi global. Menurut Elsevier, US$5,8 miliar di antaranya berbahaya karena meningkatkan kapasitas.

Lebih dari separuh uang itu digunakan untuk menyediakan bahan bakar murah. Pada Juli lalu, ratusan kapal penangkap ikan China terlihat di perairan sekitar cagar alam yang dilindungi di lepas Kepulauan Galapagos, 15.000 kilometer dari China, memicu teguran lebih lanjut dari Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo.

"Secara teori, penangkapan ikan harus dikendalikan oleh lingkungannya, stok ikan yang rendah berarti penangkapan ikan membutuhkan lebih banyak waktu dan biaya lebih," kata WTO, dilansir Bloomberg, Selasa (15/12/2020).

Ketua Negosiasi, Santiago Wills dari Colombia mengatakan kesepakatan bisa tercapai awal tahun depan.

"Anggota memiliki pandangan beragam tentang jadwal untuk 2020 sehubungan dengan gangguan Covid-19 tetapi semua bertekad untuk memberikan hasil yang berarti," kata Wills.

Pembicaraan yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade itu mendapatkan urgensi baru dalam beberapa tahun terakhir karena populasi ikan dunia turun di bawah tingkat yang berkelanjutan.

Menurut WTO, sekitar 34 persen dari stok global kini ditangkap secara berlebihan dibandingkan dengan 10 persen pada 1974. Dengan subsidi tersebut, para nelayan dapat menjelajah lebih jauh dan untuk jangka waktu yang lama.

Isabel Jarrett, Manajer Proyek The Pew Charitable Trusts, mengatakan perjanjian akhir harus menutup celah yang akan merusak tujuan konservasi dan memungkinkan status quo berlanjut.

"Negara maju tidak boleh diberikan pengecualian yang memungkinkan mereka untuk terus memberikan subsidi penangkapan ikan yang merusak bahkan jika mereka telah menerapkan langkah-langkah pengelolaan," ujarnya.

Diketahui, sebagai bagian dari target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, negosiator ditugaskan untuk menghilangkan subsidi untuk penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur. Selain itu, negosiator juga melarang subsidi tertentu yang berkontribusi pada kelebihan kapasitas dan penangkapan ikan berlebihan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper