Bisnis.com, JAKARTA - Neraca perdagangan pada November 2020 diperkirakan akan kembali mencetak surplus.
Kepala Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana memperkirakan neraca dagang akan mengalami surplus sebesar US$2,37 miliar pada November 2020, dikarenakan impor yang masih terkontraksi lebih dalam dibandingkan dengan ekspor.
Dia memproyeksi ekspor pada November 2020 akan terkontraksi -2,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dan -3,3 persen jika dibandingkan dengan Oktober 2020 atau secara bulanan (month-to-month/mtm).
Wisnu mengatakan kinerja ekspor tersebut membaik, didukung oleh permintaan yang lebih tinggi untuk batu bara dan CPO. Permintaan CPO ini meningkat dari China dan India.
Hal ini juga didukung oleh pemotongan bea masuk CPO di India, dari 37,5 persen menjadi 27,5 persen, bahkan lebih rendah dari bea masuk untuk minyak kedelai dan minyak bunga matahari yang sebesar 35 persen.
Di sisi penawaran, terjadi lonjakan harga CPO pada November 2020, yang disebabkan oleh pengetatan pasokan karena Pemerintah meningkatkan dana pengumpulan ekspor CPO di tengah permintaan global yang membaik.
"Selain itu, pemulihan ekonomi China yang tepat telah memicu lebih banyak permintaan CPO dan batu bara dari Indonesia di bulan November," katanya kepada Bisnis, Minggu (13/12/2020).
Sementara, Wisnu memperkirakan impor masih akan terkontraksi -26,3 persen yoy dan -26,9 persen secara mtm.
Hal ini dikarenakan permintaan domestik yang masih lemah pada November 2020, meski terdapat momentum Natal dan baru di akhir tahun ini. Permintaan yang lemah juga tercermin dari inflasi inti yang pada November 2020 tercatat sebesar 0,06 persen mtm.
"Karenanya, perayaan akhir tahun tidak akan menjadi pendorong impor seperti dulu," katanya.
Meskipun demikian, Wisnu mengatakan kegiatan usaha sedikit menunjukkan peningkatan, terindikasi dari PMI Manufaktur pada November 2020 meningkat menjadi 50,6.
Kepala Ekonom BCA David Sumual memperkirakan memperkirakan surplus neraca dagang November 2020 akan sebesar US$2,5 miliar.
David memperkirakan kinerja ekspor akan mengalami pertumbuhan yang positif, sebesar 2,12 persen yoy, didorong oleh kenaikan harga komoditas terutama CPO dan mineral.
"Ekspor diperkirakan mulai meningkat seiring dengan kenaikan harga komoditas," jelasnya.
Sementara, dia memperkirakan impor akan terkontraksi sebesar -24,01 persen yoy dikarenakan permintaan yang belum melonjak signifikan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
"Secara mtm [permintaan] diperkirakan naik. Memang diharapkan ada dorongan pengaruh musiman peningkatan permintaan domestik akhir tahun," katanya.