Bisnis.com, JAKARTA - Fenomena kelangkaan kontainer membuat sebagian pelaku industri kesulitan mengekspor atau mendapatkan bahan baku impor. Namun, tidak sedikit sektor manufaktur yang masih aman-aman saja.
Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) menyatakan dampak dari kelangkaan kontainer ke industri garam nasional masih sebatas keterlambatan pengantaran barang. Adapun, total volume garam impor pada 2020 dinilai tidak akan berubah dengan adanya kelangkaan kontainer tersebut.
"Memang ada terasa kesulitan untuk dapat kapal, tapi kan pesanan kapalnya tidak terlalu banyak. Sementara ini memang ada sedikit keterlambatan," kata Ketua AIPGI Toni Tanduk kepada Bisnis, Senin (7/12/2020).
Toni menyatakan pihaknya hanya harus menyesuaikan volume garam per pengapalan. Sejauh ini, ucapnya, pabrikan belum mengalami kenaikan biaya logistik seperti sektor manufaktur lainnya.
Vice Chief Executive Officer PT Pan Brothers Tbk. Anne Patricia Susanto mengaku tidak terdampak fenomena kelangkaan kontainer. Anne juga mengakui bahwa ada kelangkaan kontainer di pasar akibat pandemi Covid-19.
"Kami tidak problem karena forwarder-nya adalah buyer [kami]. Biaya [logistik memang] naik, tapi kami [menggunakan sistem] free on board, jadi tidak ada efek [kenaikan harga ke kami]," ucapnya.
Baca Juga
Seperti diketahui, Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) mengungkapkan saat ini sekitar 2.000 kontainer milik PT Wilmar Nabati Indonesia menumpuk di gudang industri Wilmar. Pasalnya, saat ini pelabuhan hanya mampu menghafalkan sekitar 30-40 persen dari kapasitas biasanya.
Dengan kata lain, hanya 30-40 persen hasil produksi yang dapat dikirimkan ke konsumen global. Sementara itu, sekitar 60-70 persen hasil produksi sejak September 2020 berpotensi bertumpuk dan menahan perbaikan utilisasi industri furnitur nasional.