Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dipastikan tetap mendapatkan pendapatan negara bukan pajak dari sektor batu bara kendati terdapat ketentuan royalti nol persen.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan bahwa ketentuan royalti nol persen tersebut diberikan kepada perusahan-perusahaan smelter.
Selain itu, ketentuan itu dapat dinikmati oleh perusahaan-perusahaan yang mengerjakan nilai tambah pada komoditas batu bara sesuai dengan UU No. 3/2020.
"Buat itu semua kena peraturan yang berlaku sesuai Kemenkeu. PNBP [penerimaan negara bukan pajak] selama itu akan tetap," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (23/11/2020).
Menurutnya, pemberian royalti nol persen bertujuan mendorong terjadinya penambahan-penambahan program penghiliran yang memberi nilai tambah untuk pemerintah.
Sebagai contoh, program penghiliran seperti dimetil eter (DME) yang membutuhkan biaya investasi yang besar. Nantinya, produk DME itu diharapkan bisa menggantikan impor LPG (liquefied petroleum gas).
Baca Juga
"Kalau pertumbuhan DME meningkat ini akan memberi konsumsi batu bara kalori rendah lebih besar lagi ke depan," ungkapnya.
Ketentuan royalti batu bara nol persen itu menjadi perhatian dalam rapat kerja dengan Komisi VII yang digelar hari ini. Sejumlah anggota dewan menyoroti nasib PNBP dari sektor minerba akibat ketentuan itu.
Anggota Komisi VII Ratna Juwita mengatakan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan PNBP akibat penetapan ketentuan tersebut. Pasalnya, sektor minerba merupakan salah satu yang berkontribusi cukup besar terhadap PNBP negara.
Dia menuturkan bahwa PNBP yang disumbangkan royalti batu bara pada 2018 sebesar Rp80 triliun dan Rp42,5 triliun pada 2019.
"Yang ingin saya sampaikan apakah sudah ada skema perhitungan antara kenaikan nilai hilirisasi dengan apa yang sudah disumbangkan batu bara melalui royalti ini karena kita harus berpikir ulang dari sektor mana lagi kita dapat PNBP dari royalti batu bara," ungkapnya.