Bisnis.com, JAKARTA – Pembentukan bank tanah yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja akan menyelesaikan banyak masalah pertanahan, termasuk reforma agraria, kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil.
"Bank tanah terobosan yang sangat berharga, banyak menyelesaikan masalah, tentu kita akan mendisiplinkan banyak pihak," kata Sofyan pada Jakarta Food Security Summit yang digelar Kadin Indonesia secara virtual di Jakarta pada Rabu (18/11/2020).
Dia menjelaskan bahwa aturan mengenai bank tanah yang terdapat dalam pasal 125–135 UU Cipta Kerja, salah satunya dapat membuat pemerintah mampu mengelola dan mengoptimalisasi lahan telantar serta lahan HGU (Hak Guna Usaha) yang sudah habis masa berlakunya atau tidak diperpanjang.
Sofyan mengemukakan salah satu contoh masalah yakni ketika ketika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan HGU atas tanah yang mengalihfungsikan kawasan hutan, tetapi Badan pertanahan Nasional (BPN) tidak mengetahuinya.
Selain itu, akibat birokrasi yang tidak terpusat dan terlalu panjang, seringkali tanah yang dialihfungsikan tersebut tidak dilakukan reforma agraria. Padahal, KLHK mewajibkan bahwa dari 20 persen tanah yang sudah diberikan HGU, wajib untuk reforma agraria.
"Tetapi karena transisi tidak ada jembatannya, itu akan menjadi masalah. Dengan adanya bank tanah nanti, masalah-masalah ini akan jauh lebih baik kita selesaikan," kata Sofyan.
Sebelumnya, Sofyan menjelaskan bank tanah berfungsi sebagai intermediary atau perantara layaknya perbankan.
Bank tanah memungkinkan Kementerian ATR/BPN untuk mengelola dan mengoptimalisasi tanah telantar, tanah HGU yang sudah habis masa berlakunya atau tidak diperpanjang.
Setelah itu, pemerintah dapat melakukan redistribusi atau pembagian tanah kembali kepada masyarakat sesuai dengan otoritas dan pengaturan yang ketat.
Bahkan, bank tanah memungkinkan pemerintah memfasilitasi masyarakat agar dapat memperoleh tanah di perkotaan dengan harga yang terjangkau.